From: Doddy Samperuru
<samperuru@balikpapan.oilfield.slb.com>
Date: Tue, 13 Jun 2006 19:15:03 +0800
Subject: Re: [Oil&Gas] [Bor] Semburan Lumpur Lapindo Brantas
Dear All,
walau saya rada bingung membaca ulasan Pak Wisnu05 ini, tapi patut dihargai kejujuran tulisan Beliau.
Sebagai salah seorang Moderator KBK Pemboran, saya mengajak semua warga milis MiGas untuk lebih fokus ke problem solving masalah ini. Biarkan mediamasa & para politisi mengulas sisi sosial, lingkungan hidup, ekonomi & politiknya.
Dari berbagai media masa yang saya baca, kejadian surface blowout ini diawali oleh “kick” pada saat pemboran sumur Banjar Panji-1. Oleh berbagai sebab, pihak PT LB memutuskan untuk tetap mengebor melewati batas kedalaman 8500ft yaitu kedalaman yg didesain untuk menset intermediate casing 9 5/8″ (?). Sebetulnya ini hal yg biasa. Cuman sialnya, sumur menembus satu high-pressure zone yg menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tsb ke dalam sumur. Sebetulnya hal ini juga lumrah di dunia pemboran. Dengan mud logging yang berkualitas, biasanya kick dapat dideteksi sedini mungkin & umumnya diatasi dengan menaikkan berat lumpur pemboran. Umumnya no problem & pemboran dapat diteruskan dgn precaution. Hal ini nampaknya tidak terjadi. Di sumur BP-1 ini sepertinya kick tsb tidak dapat dikontrol & semakin banyak fluida formasi yg masuk ke dalam sumur (justru bukan “loss total” seperti yg ditulis Pak Wisnu05 di bawah ini) yg mengarah kpd surface blow-out. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap BOP di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dgn tujuan mematikan kick. IMHO, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dgn surface casing 13 3/8″ (?) yg saya tidak tahu berapa kedalamannya. Di kedalaman tsb, IMHO, kondisi geologis tanah unconsolidated & mungkin banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yg bisa sampai ke permukaan. Krn tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur krn BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yg lebih menyenangkan yaitu melewati natural fissures tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat (tiga lokasi ?) di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Sampai kapan hal ini terjadi ? Bisa berhari-hari, bisa berbulan-bulan bahkan 1-2 tahunan. Tergantung sampai kapan tekanan formasi masih kuat mengangkat fluida sampai ke permukaan atau sampai kapan fluidanya habis. Lumpur yg menyembur itu apa ? Campuran gas, air, mungkin ada minyaknya & partikel solid dari dalam formasi atau dari natural fissures tadi. Bagaimana mengatasinya ? IMHO, daerah batas antara open-hole & casing shoe harus diinjeksikan semen sebanyak-banyaknya. Daerah inilah yg merupakan pintu keluar lumpur formasi dari lubang sumur menuju ke permukaan. Kalau pengerjaan penyemenan dilakukan lewat sumur yg ada sangat riskan, opsi lain adalah dgn membor sebiji directional relief-well dari sebuah pad yg aman.
Yg paling ekonomis, cepat & aman adalah menggunakan Coiled Tubing Unit. Lubang sumur ini no problem dapat diarahkan menuju area tadi. Setelah
sampai ke tujuan, pompakanlah semen berdensitas berat sebanyak-banyaknya. Kenapa harus banyak ? Karena melihat kuantitas lumpur jutaan meter kubik pastilah daerah tsb sudah banyak terdapat “gorong-gorong” akibat erosi. Lubang-lubang inilah yg diharapkan akan terisi semen & lalu tersumbat. Begitu aliran lumpur ke permukaan sudah terhenti atau minimal, maka open-hole bermasalah tadi (kalau masih ada & belum runtuh open-holenya) bisa dgn lebih mudah diplug & abandon.
“Masih untung” lumpur yg keluar adalah air, kalau hidrokarbon akan lebih gaswat akibatnya.
Salam,
Doddy
Slambeje
Note : Tanggapan Doddy diatas merupakan tanggapan atas tulisan di Migas Indonesia Mailist dari seseorang bernama Wisnu 05 yg tidak diketahui. Info dibawa bisa benar bisa pula tidak. Karena ketikdak jelasan siapa pengirimnya. Namun tanggapan Doddy diatas cukup jelas sumber (referensinya)
At 03:16 PM 6/12/2006, Migas_Indonesia@yahoogroups.com wrote:
>Diambil dari <http://www.media-indonesia.com/>http://www.media-indonesia.com/
>Bagian Komentar Editorial
>TRUE STORY-1
>Mudah2an dengan tulisan ini bisa menjelaskan sejarah kejadiannya:
>Master plan untuk sumur ini adalah pada kedalaman 8500 Ft akan di set
>cassing dan di-cement, sehingga apabila terjadi semburan gas, kondisi
>sumur sudah aman karena arah semburan tdk akan ke formasi (menyamping)
>tapi bisa diarahkan ke atas dan semburan gas tsb mudah untuk di “kill”
>(kill well). Tetapi, pihak Lapindo tetap ngotot untuk terus ngebor sampai
>formasi limestone (gas) ditemukan tanpa memikirkan saftey-nya jika terjadi
>semburan. Dalam hitung2an bisnis artinya:masih ingin ketemu formasi gas yg
>lebih besar. Sampai kedalaman 9000Ft, pihak Lapindo diingatkan lagi untuk
>set casing karena semua orang di lokasi sudah ketar-ketir apabila terjadi
>semburan, blm ada proteksinya,lagi2, Lapindo menolaknya.Akhirnya di +/-
>9200, terjadi loss total(indikasi telah masuk formasi gas) dan mulai
>terjadi kepanikan. Saat itupun sebenarnya keadaan masih bisa dikendalikan,
>harusnya langsung dipompakan cement untuk plug
>sumur, lagi2 Lapindo masih berpikir untuk menyelamatkan sumur yg sudah di
>bor dengan biaya $$$million. Jujur saja, untuk menghentikan semburan
>lumpur harus dilakukan pengeboran miring ke arah formasi gas tsb,utk
>proses ini akan butuh biaya $$$million dan baru bisa dilakukan setelah
>peralatan penunjang ada (rig, cement unit, dll), mungkin 3-4 bulan
>lagi,tergantung kecepatan Lapindo utk menyiapkan dana, teknisi, kontrak,
>dll untuk mulai pengeboran miring.Untuk mengaitkan gempa sbg penyebabnya
>adalah mungkin, tapi itu hanya 1% kemungkinannya.Mudah2an tulisan ini bisa
>memberikan gambaran secara lebih jujur ke media tanpa harus ada yg
>ditutup-tutupi.
>Pengirim:
>wisnu05