Diskusi sosial, ekonomi, politik

Permasalahan politik bukan melulu persoalan permukaan. Masalah sosial dan ekonomilah pada awalnya yang sering kali terpelintir belok kesini 🙂

Silahkan diskusi di kolom komentar disini

77 Responses to Diskusi sosial, ekonomi, politik

  1. K. Haryo Wibowo berkata:

    Kalau sudah jelas si Bakrie yang menyebabkan bencana ini karena pengerjaan proyek ini 6 tahun lalu tidak memenuhi standar, mengapa negara ini tetap memperbolehkan si Bakrie untuk menjadi capres 2014 ??, andaikan nanti si Bakrie ini jadi presiden, apa yang akan ia perbuat lagi terhadap negeri Indonesia ini olehnya?, cukup Porong (Sidoarjo) saja yang ia zollimi, jangan lagi yang lain…

  2. jordi badoo berkata:

    lumpur lapindo adalah musibah dan itu wajib kita peduli serta menyumbangkan tangan untuk saling membangun,dan berbagi

  3. lodysetiadi berkata:

    Masalah Limpur Lapindo 100% bisa diatasi/dicontrol
    oleh putra2 terbaik bangsa ini, kenapa tidak dilakukan ?

    • street anjal Thrippel' X berkata:

      karena nanti ya DPR ga dapet Proyek gan….. mkanya anggota Tikus berdasi DPR bilang “biar kami saja’ini solusi nya sekian M untuk mewjdkan nya” ………. fuckla DPR !

  4. supriyanto berkata:

    Alloh memberikan peringatan dengan bayak cara. Dengan kejadian yang luar biasa ini semoga kita menjadi ingat bahwa kita terlalu kecil, kita terlalu lemah dan kita masih jauh kurang perkasa. Semoga kita menjadi sadar bahwa kita ini khalifah di muka bumi mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara, memanfaatkan dengan cara yang baik dan bijak

  5. Ryan007 berkata:

    Assalammualaikum…
    Semoga Rakyat yg menjadi korban lumpur lapindo di beri kekuatan dan kesabaran dan solusi yg tepat utk mengatasi bencana ini.
    Saya berempati terhadap kasus ini dan ingin memberikan kontribusi,
    saya mempunyai suatu alat detector gas yg speksifikasi mendeteksi timbul nya gas2 berbahaya pada titik2 baru sekitar semburan.

    -BACHARACH H25-IR

    “yang merupakan detektor kebocoran industri yang digunakan untuk tingkat
    rendah deteksi dan kuantifikasi tingkat kebocoran CFC, HFC, HCFC
    dan senyawa gas halogen yang digunakan dalam lemari pendingin udara dan peralatan,
    sistem pencegah kebakaran, dan berbagai perumahan, komersial, dan aparat industri.
    Alat yang dapat digunakan untuk menemukan dan menghitung kebocoran serta log dan menjumlahkan seluruh kelompok kebocoran dalam suatu sistem jaminan mutu untuk memastikan kepatuhan.
    Unit ini mampu mendeteksi 29 dari yang paling umum digunakan pendingin dan senyawa gas halogen.

    Untuk lebih detail nya bisa di liat dlm site nya di :

    Bacharach H25-IR Industrial Refrigerant Leak Detector w/ 12′ Probe .

    Kalau pihak BPLS berkenan dg alat ini email saya:
    R12n_joaried@yahoo.com.sg
    Ryan.multitech@Gmail.com

    Trims semoga penderitaan Rakyat lapindo dan sekitar nya teratasi dg seadil-adil nya.

    Ryan

  6. Giox Yu berkata:

    1. bagaimana dengan siring barat??????????????
    2. bagai mana tanggung jawab pemerintah or lapindo?
    3. harus ada yang tanggung jawab?
    4. pemerintah harus tegas?
    5. nylong ayam aja kena 3 bln. menenggelamkan rumaah kok di SP3??????? ADILKAH!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    THANK

    ADI

    • street anjal Thrippel' X berkata:

      pemrintah siapa broy,indonesia????
      hduh gimana yaa soal nya PT itu punya Cabang milik Bpak KetUm no.2 mayoras kursi DPR broy………

      mreka sudh brmain politik yg tak berazas PANCASILA. eh mlah dapat penghargaan PT nya.

  7. memby untung pratama berkata:

    Nama saya memby. Saya mahasiswa program double degree UNIBRAW Malang dan Keio University, JApan. Saya tertarik untuk meneliti vulnerability pengungsi korban lumpur lapindo. Saya berencana untuk meneliti pada bulan februari 2009. Saya mohon infromasi kepada bapak/ibu/saudara/i yang mempunyai info atau kontak tentang pihak-pihak atau tokoh-tokoh yang mengetahui secara detil tentang masalah pengungsi lumpur lapindo. Apakah saya boleh mendpatkannya?

    Saya membutuhkan kontak tersebut sebagai contact person dalam melakukan penelitian di sidoarjo. Saya juga butuh contact person tokoh pengungsi yang ada di pasar baru porong.

    Bila berkenan dapat mengirim email kepada saya di:
    membyup@sfc.keio.ac.jp
    memby_up@yahoo.com

    terima kasih atas bantuannya.

    semoga kita dapat mengurangi dan membantu korban lumpur sidoarjo.
    Amin.

    Memby

  8. sriyono berkata:

    http://mediaindonesia.com/webtorial/tanahair/?bar_id=MTU1NTg=

    ” kata Djoko Kirmanto usai meresmikan pemancangan tiang pertama.

    Hingga saat ini pembebasan lahan baru bisa dilakukan pada lima desa. Masing-masing Desa Kebon Agung, Desa Porong, Desa Kebon Cangkring dan Desa KESAMBI. Namun walaupun baru lima desa dari rencana 14 desa, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo tetap memulai pengerjaan relokasi jalan arteri raya Porong tersebut.

    Mana ada pembayaran sawah untuk desa KESAMBI sampai sekarang. Kejelasan pembayarannya aja gak jelas..

    Tolong pak Mentri…!!! Bayar dulu baru ngomong.

    sriyono – desa KESAMBI Porong

  9. Tonas berkata:

    Cash & Carry yang mana Bung…???? Seingat saya yang Nama-nya Cash & Carry itu Sudah DITENGGELAMKAN dengan Skim 20% and 80%, mana ada Cash and Carry… ( CASH and KERI kali ya… ) jadi tolong CERMATI yang bener ISTILAH-2 LAPINDO dalam MENUNTASKAN Masalah Lumpur ini, sebagai Ilustrasi coba sekarang Bung Sonic Baca PIJB-nya pada saat terima 20%, maka di situ juga di sebutkan SISA PEMBAYARAN YANG 80% KAPAN MAU DIBAYARKAN… betul nggak..??? Nah Logika kalau akan ada PERCEPATANNYA dimana Bung…????
    Dan Para Punggawa NEGERI ini udah pada “TER-TIDUR” semua Bung, karena UDAH PADA KENYANG DENGAN “DANA-LUMPUR” yang Terus Mengucur ke KANTONG “Mereka” itu.

    Salam Perjuangan Korban Lumpur

  10. Tonas berkata:

    Cash & Carry yang mana Bung…???? Seingat saya yang Nama-nya Cash & Carry itu Sudah DITENGGELAMKAN dengan Skim 20% and 80%, mana ada Cash and Carry… ( CASH and KERI kali ya… ) jadi tolong CERMATI yang bener ISTILAH-2 LAPINDO dalam MENUNTASKAN Masalah Lumpur ini.
    Dan Para Punggawa NEGERI ini udah pada “TER-TIDUR” semua Bung, karena UDAH PADA KENYANG DENGAN “DANA-LUMPUR” yang Terus Mengucur ke KANTONG “Mereka” itu.

    Salam Perjuangan Korban Lumpur

  11. sonic berkata:

    andi bohong soal kesepakatan percepatan cast and cary karena adanya relokasi. Meski membuat pernyataan dg ditandatangani Bupati, DPRD, warga. tapi anehnya punggawa negara ini diam saja.

  12. firstiar berkata:

    jadi ….. kapan ini sisa 80% diganti? kok masih ngga ada beritanya …… 😦

  13. Qinimain Zain berkata:

    Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 31 Mei 2008

    Matinya Ilmu Administrasi dan Manajemen
    (Satu Sebab Krisis Indonesia)
    Oleh Qinimain Zain

    FEELING IS BELIEVING. C(OMPETENCY) = I(nstrument) . s(cience). m(otivation of Maslow-Zain) (Hukum XV Total Qinimain Zain).

    INDONESIA, sejak ambruk krisis Mei 1998 kehidupan ekonomi masyarakat terasa tetap buruk saja. Lalu, mengapa demikian sulit memahami dan mengatasi krisis ini?

    Sebab suatu masalah selalu kompleks, namun selalu ada beberapa akar masalah utamanya. Dan, saya merumuskan (2000) bahwa kemampuan usaha seseorang dan organisasi (juga perusahaan, departemen, dan sebuah negara) memahami dan mengatasi krisis apa pun adalah paduan kualitas nilai relatif dari motivasi, alat (teknologi) dan (sistem) ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Di sini, hanya menyoroti salah satunya, yaitu ilmu pengetahuan, system ilmu pengetahuan. Pokok bahasan itu demikian penting, yang dapat diketahui dalam pembicaraan apa pun, selalu dikatakan dan ditekankan dalam berbagai forum atau kesempatan membahas apa pun bahwa untuk mengelola apa pun agar baik dan obyektif harus berdasar pada sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan. Baik untuk usaha khusus bidang pertanian, manufaktur, teknik, keuangan, pemasaran, pelayanan, komputerisasi, penelitian, sumber daya manusia dan kreativitas, atau lebih luas bidang hukum, ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan dan pendidikan. Kemudian, apa definisi sesungguhnya sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan itu? Menjawabnya mau tidak mau menelusur arti ilmu pengetahuan itu sendiri.

    Ilmu pengetahuan atau science berasal dari kata Latin scientia berarti pengetahuan, berasal dari kata kerja scire artinya mempelajari atau mengetahui (to learn, to know). Sampai abad XVII, kata science diartikan sebagai apa saja yang harus dipelajari oleh seseorang misalnya menjahit atau menunggang kuda. Kemudian, setelah abad XVII, pengertian diperhalus mengacu pada segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge). Kemudian dari pengertian science sebagai segenap pengetahuan yang teratur lahir cakupan sebagai ilmu eksakta atau alami (natural science) (The Liang Gie, 2001), sedang (ilmu) pengetahuan sosial paradigma lama krisis karena belum memenuhi syarat ilmiah sebuah ilmu pengetahuan. Dan, bukti nyata masalah, ini kutipan beberapa buku pegangan belajar dan mengajar universitas besar (yang malah dicetak berulang-ulang):

    Contoh, “umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu” (Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1982:4, PT Gramedia, cetakan VII, Jakarta). Juga, “diskusi secara tertulis dalam bidang manajemen, baru dimulai tahun 1900. Sebelumnya, hampir dapat dikatakan belum ada kupasan-kupasan secara tertulis dibidang manajemen. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai bidang ilmu pengetahuan, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang masih muda. Keadaan demikian ini menyebabkan masih ada orang yang segan mengakuinya sebagai ilmu pengetahuan” (M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, 2005:19, Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, Yogyakarta).
    Kemudian, “ilmu pengetahuan memiliki beberapa tahap perkembangannya yaitu tahap klasifikasi, lalu tahap komparasi dan kemudian tahap kuantifikasi. Tahap Kuantifikasi, yaitu tahap di mana ilmu pengetahuan tersebut dalam tahap memperhitungkan kematangannya. Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hanya saja ilmu-ilmu sosial umumnya terbelakang relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmu-ilmu eksakta, karena sampai saat ini baru sosiologi yang mengukuhkan keberadaannya ada tahap ini” (Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, 2005:18-19, PT Refika Aditama, cetakan ketiga, Bandung).

    Lebih jauh, Sondang P. Siagian dalam Filsafat Administrasi (1990:23-25, cetakan ke-21, Jakarta), sangat jelas menggambarkan fenomena ini dalam tahap perkembangan (pertama sampai empat) ilmu administrasi dan manajemen, yang disempurnakan dengan (r)evolusi paradigma TOTAL QINIMAIN ZAINn (TQZ): The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ Administration and Management Scientific System of Science (2000): Pertama, TQO Tahap Survival (1886-1930). Lahirnya ilmu administrasi dan manajemen karena tahun itu lahir gerakan manajemen ilmiah. Para ahli menspesialisasikan diri bidang ini berjuang diakui sebagai cabang ilmu pengetahuan. Kedua, TQC Tahap Consolidation (1930-1945). Tahap ini dilakukan penyempurnaan prinsip sehingga kebenarannya tidak terbantah. Gelar sarjana bidang ini diberikan lembaga pendidikan tinggi. Ketiga, TQS Tahap Human Relation (1945-1959). Tahap ini dirumuskan prinsip yang teruji kebenarannya, perhatian beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal di tingkat organisasi. Keempat, TQI Tahap Behavioral (1959-2000). Tahap ini peran tingkah-laku manusia mencapai tujuan menentukan dan penelitian dipusatkan dalam hal kerja. Kemudian, Sondang P. Siagian menduga, tahap ini berakhir dan ilmu administrasi dan manajemen akan memasuki tahap matematika, didasarkan gejala penemuan alat modern komputer dalam pengolahan data. (Yang ternyata benar dan saya penuhi, meski penekanan pada sistem ilmiah ilmu pengetahuan, bukan komputer). Kelima, TQT Tahap Scientific System (2000-Sekarang). Tahap setelah tercapai ilmu sosial (tercakup pula administrasi dan manajemen) secara sistem ilmiah dengan ditetapkan kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukumnya, (sehingga ilmu pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan eksakta). (Contoh, dalam ilmu pengetahuan sosial paradigma baru milenium III, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain) atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas dan D(ay) atau Hari Kerja – sistem ZQD, padanan m(eter), k(ilogram) dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta – sistem mks. Paradigma (ilmu) pengetahuan sosial lama hanya ada skala Rensis A Likert, itu pun tanpa satuan). (Definisi klasik ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur. Paradigma baru, TQZ ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu).

    Bandingkan, fenomena serupa juga terjadi saat (ilmu) pengetahuan eksakta krisis paradigma. Lihat keluhan Nicolas Copernicus dalam The Copernican Revolution (1957:138), Albert Einstein dalam Albert Einstein: Philosopher-Scientist (1949:45), atau Wolfgang Pauli dalam A Memorial Volume to Wolfgang Pauli (1960:22, 25-26).
    Inilah salah satu akar masalah krisis Indonesia (juga seluruh manusia untuk memahami kehidupan dan semesta). Paradigma lama (ilmu) pengetahuan sosial mengalami krisis (matinya ilmu administrasi dan manajemen). Artiya, adalah tidak mungkin seseorang dan organisasi (termasuk perusahaan, departemen, dan sebuah negara) pun mampu memahami, mengatasi, dan menjelaskan sebuah fenomena krisis usaha apa pun tanpa kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum, mendukung sistem-(ilmu pengetahuan)nya.

    PEKERJAAN dengan tangan telanjang maupun dengan nalar, jika dibiarkan tanpa alat bantu, membuat manusia tidak bisa berbuat banyak (Francis Bacon).

    BAGAIMANA strategi Anda?

    *) Ahli strategi, tinggal di Banjarbaru, email: tqz_strategist@yahoo.co.id (www.scientist-strategist.blogspot.com).

    THANK you very much for Dr Heidi Prozesky – SASA (South African Sociological Association) secretary about Total Qinimain Zain: The New Paradigm – The (R)Evolution of Social Science for the Higher Education and Science Studies sessions of the SASA Conference 2008.

  14. Countryman berkata:

    Kalau mau diselesaikan secara legal formal ya sueh dong. Kelemahannya ada diundang2..akan menjadi PIDANA kalau SENGAJA merusak/mencemarkan Lingkungn. Tetapi, kalau ditetapkan UU baru dimana PIDANA ditonjolkan dengan “telah mengakibatkan kerusakan lingkungan”, Semua Industri tanpa keculai akan bubar, semua kendaraan bermotor harus berhenti, termasuk kapal udara , kereta api dan kapal laut. Depeinisi pencemeran lingkungan telah dikaburkan oleh beberapa LSM yang tujuannya KLAIM, sehingga pembangunan menjadi “Mission Impossible”. KLH di Indonesia hanya berkuta melindungi LINGKUNGN tetapi tidak melindungi ISI LINGKUNGAN yaitu MANUSIA….Lumpur Lapindo dizaman Geologi Purba adalah Marine environtment..alis dibentuk didasar laut..artinya akan sangat kompatibel dengan habitat laut……………

  15. DN Antasena berkata:

    Sebagai peristiwa pidana yang berdampak luas dan luar biasa, dalam UU no 23 tahun 1997 diatur beberapa penyelesaian termasuk sebuah mekanisme tentang Paksaan Pemerintah, Penyelesaian Perdata, dan Penyelesaian Pidana. Satu sama lain tidak saling berhubungan, meskipun itu tergantung dari dampak lingkungan yang terjadi dalam sebuah kasus lingkungan hidup. Dalam kasus Lapindo ini, sangat layak jika ketiga mekanisme tersebut dijalankan secara bersama-sama dengan tujuan membentuk deterrence effect sebagaimana pendapat Beccaria dalam konsep pembentukan perilaku masyarakat.
    Pemerintah Daerah dan Menteri LH dapat melaksanakan mekanisme Paksaan Pemerintah (Bestuurdwang) dengan mewajibkan shareholders untuk mengganti kerugian fisik yang terjadi dan yang jelas pasti akan terjadi. Jenis tindakan atau kebijakan lain juga dapat dikenakan. Lalu gugatan perdata sudah dilaksanakan baik oleh WALHI maupun korban langsung, meskipun belum korban dan lingkungan hidup masih dikalahkan oleh pengadilan. Sedangkan proses pidana saat ini menunjukkan bahwa lingkungan hidup dan negara sudah kalah dengan SP3 dari Polda Jatim.
    Yang perlu diingat adalah UU adalah buatan manusia. Dia bisa tajam dan berfungsi optimal, atau tumpul tanpa guna, atau bahkan bisa menjadi alat hiperbola sebuah peristiwa perusakan lingkungan hidup, sangat bergantung dari manusia yang menggunakannya. Dan perlu disadari bahwa sebuah pembentukan perilaku melalui penegakan hukum harus memperhatikan asas Kesepadanan, Kesegeraan, Kepastian, dan Kesegaran (Severity, Swift, Certainity, and Celerity) dari kasus yang terjadi.

  16. Tonas berkata:

    Hari kasih sayang atau Valentine’s Day sebenarnya bukan bagian tradisi Indonesia karenanya para siswa Muhammadiyah se-Surabaya dilarang menggadakan, mengikuti dan merayakan Valentine’s Day yang diperingati 14 Februari besok.

    Sungguh ironis Cuplikan Berita yang kami dapatkan di salah satu Media ini. Disini kami mempertanyakan, kenapa ini bisa di konotasikan dan di artikan AMAT SEMPIT oleh Para PENDIDIK ini…????? Kalau memang Valentine’s Day bukan bagian dari Tradisi Indonesia, BAGAIMANA YANG DI MAKSUD DENGAN TRADISI INDONESIA…????? IMLEK kemarin itu apa juga merupakan TRADISI INDONESIA …???? Kalau Lebih EKSTRIM LAGI APAKAH ISLAM & KRISTEN ITU JUGA MERUPAKAN TRADISI INDONESIA…???? Wah sungguh amat disesalkan dan dipertanyakan kalau masih ada PENDIDIK yang model Begini ini BISA mendidik ANAK-2 GENERASI PENERUS BANGSA….!!!!!

  17. AUGI, ST berkata:

    Ass.Wr.Wb.

    Pihak Lapindo Brantas Inc, dan Grup Bakrie yang melakukan eksplorasi tanpa Amdal sudah selayaknya memberikan ganti rugi perumahan pada korban Lapindo.

    Eksplorasi di lahan perumahan dan sentra industri mempunyai konsekuensi pembebasan lahan.
    Sekarang lumpur mulai mengeluarkan gas yang dikhawatirkan menyebabkan kebakaran. Semoga mempunyai nilai ekonomis.

    Sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat RI dan Pemegang Saham PT. Bakrie, Businessman terkaya di Indonesia versi majalah Forbes Asia berkomitmen mengenai masalah ini.

    Seluruh zakat, infak dan sodaqoh penghasilan dari seluruh Grup Bakrie, dapat dikumpulkan dan dibuatkan pemukiman perumahan relokasi korban porong. Investasi selain Bakrie Epicentrum.

    Sehingga tidak ada aduan pengungsi yang teraniaya, biasa hidup dirumah dengan sekat, kini hidup bersama tampa sekat bertahun-tahun.

    Wallahu Alam B.
    Wass.Wr.Wb.

    A U G I

  18. Tonas berkata:

    Bangun 5.000 rumah berkelas regency
    Minarak utamakan korban lumpur
    Cetak
    SURABAYA: PT Minarak Lapindo Jaya segera menyiapkan 5.000 unit rumah yang peruntukannya diutamakan bagi warga korban lumpur Porong berlokasi di Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Kompleks perumahan berkelas regency tersebut dibangun PT wahana Arta Raya dengan nama Kahuripan Nirwana Village (KNV).

    PT Minarak Lapindo Jaya memesan rumah Tipe 36/90 sebanyak 4.000 unit, Tipe 54/150 sejumlah 800 unit, dan Tipe 70/150 berjumlah 200 unit.

    Selain itu, di lokasi KNV juga akan dibangun fasilitas umum seperti 1 masjid, 12 unit mushala, 12 balai RW, 1 unit puskesmas, 12 jenis sarana olahraga, 12 pos jaga, club house, sekolah dan pesantren.

    “Kami menargetkan pada Mei 2008, warga korban lumpur yang membeli unit rumah di KNV sudah bisa menerima kunci,” kata Andi Darussalam Tabussala, Wakil Direktur Utama PT Minarak kepada wartawan, Sabtu, 24 November sebagaimana dilaporkan beritajatim.com.

    Menurut dia, penawaran 5.000 unit rumah itu akan diprioritaskan bagi warga korban lumpur dan bukan sebagai relokasi.

    Bagi korban lumpur yang berminat membeli, bisa melihat lokasi KNV mulai 2 Desember 2007.

    “Ini bukan sebagai relokasi, tapi murni bisnis. Kami menawari korban lumpur untuk membeli unit rumah di lokasi yang sama,” ujarnya.

    Penawaran tersebut, kata Andi, terkait dengan hak warga korban lumpur atas sisa pembayaran ganti-rugi yang masih 80%.

    “Karena mereka masih punya sisa 80%, jadi tidak perlu lagi pusing berurusan dengan bank. Jika sepakat, mereka tinggal datang dan pada Mei 2008 sudah menerima kunci rumah baru lengkap dengan sertifikatnya,” tutur Andi.

    Dia menjelaskan, bagi warga, terutama korban lumpur yang punya rumah tipe 37 dengan luas tanah 72 m2 di kompleks Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) I yang kini terendam lumpur, maka akan mendapat rumah tipe 36 dengan luas tanah 90m2 jika membeli di KNV.

    Bagi warga yang tadinya menempati rumah Tipe 45, tetapi tidak ingin membeli rumah Tipe 45, Andi menegaskan Lapindo akan membayarkan secara tunai kelebihan tipe rumah dimaksud.

    “Bagi korban lumpur yang tadinya memiliki tipe rumah lebih besar tapi ingin membeli rumah tipe kecil, kami akan mengembalikan selisihnya dalam bentuk tunai. Jadi saat serah terima kunci, mereka akan terima sertifikat sekaligus sisa uang silisih dimaksud,” tambah Andi.

    INILAH ENDING YANG DI HARAPKAN OLEH LAPINDO DAN PEMERINTAH, DENGAN GAMBARAN STATEMENT DIATAS, MAKA “SEOLAH-OLAH” SECARA “MORAL TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN TERHADAP SISA PEMBAYARAN 80%” TERHADAP KORBAN LUAPAN LUMPUR SUDAH TERSELESAIKAN OLEH LAPINDO.

  19. Tonas berkata:

    Hukum yang mana Bung Surya..???? Kalau Hukum Rimba sudah berdiri tegak mulai bangsa ini belum MERDEKA, akan tetapi sampai dengan Bangsa ini sudah REFORMASI, Hukum Rimba itu masih tetap berdiri TEGAK tidak tergoyahkan…!!! Kami tidak butuh Embel-embel TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN, kalau memang NEGARA yang mau mengambil alih permasalahan ini BERIKAN KEBIJAKAN yang jelas. Itu saja YANG DI PERLUKAN OLEH KAMI PARA KORBAN LUMPUR INI, Jangan digantung TIDAK ADA UJUNG PANGKALNYA, semua-nya sudah jelas dan transparan tentang APA dan SIAPA yang MENGAKIBATKAN INI SEMUA TERJADI..!!!

  20. ari surya berkata:

    Lumpur panas Porong dan permasalahannya mungkin tidak akan selesai dalam waktu dekat meski segala upaya telah dilakukan oleh Lapindo untuk menutup semburan tersebut mulai dari snubbing unit, relief well sampai pengeboran miring. Pemerintah juga tidak mau terlihat diam saja guna mengatasi masalah tersebut terbukti dengan membentuk Timnas lalu kemudian diteruskan oleh BPLS. Sayang, penanganan masalah ini terkesan setengah hati dan tidak berpihak pada masyarakat.

    Kalau saya boleh membuat sedikit mengingat kebelakang (totong ingatkan kalau ingatan saya kurang tepat), sebenarnya ketidak seriusan penanganan ini dikarenakan oleh tidak adanya kepastian hukum tentang kasus ini. sampai saat ini belum ditetapkan pihak mana yang paling bertanggung jawab mengenai masalah ini. Pemerintah mengatakan bahwa semburan lumpur panas adalah akibat dari kesalahan pengeboran sedangkan Lapindo membeladiri dengan menyebutkan bahwa semburan lumpur panas ini merupakan akibat dari gempa di Jogja beberapa waktu lalu. Dengan terlambatnya kepastian hukum ini maka Lapindo mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan saat ini hanyalah sebatas tanggung jawab sosial perusahaan saja sehingga Lapindo tidak bisa berbuat lebih jauh.

    Memang yang dibutuhkan bangsa ini adalah kepastian hukum, masalah apapun akan cepat terselesaikan apabila hukum ditegakkan dan dijalankan dengan baik

  21. mang Ipin berkata:

    Pak Tonas apa lupa ya dgn Prof.LANG LING LUNG dalam serial
    Donald Bebek?????????seperti yang sering didengungkan : Pem-
    brantasan “KEMISKINAN”…tapi pada prakteknya menjadi : Pem-
    brantasan wong ‘MISKIN’…iya apa iya????……mbuh!

  22. Tonas berkata:

    “Sebagai pengemban amanah, saya akui, angka kemiskinan masih relatif tinggi. Dan, itu harus kita kurangi,” ujar presiden pada awal pidato sambutan di hadapan ribuan peserta peringatan HKN (Hari Kesehatan Nasional) di Istora Senayan, Jakarta, kemarin.
    SBY berjanji akan terus berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. ( Liputan JawaPos Edisi Tgl 15 November 2007 )

    MASIH PERCAYAKAH DENGAN JANJI MANIS “PEMAIN SINETRON” INI…???????
    Dan Perpres No 14 tahun 2007 merupakan salah satu MESIN untuk Memproduksi KEMISKINAN DI WILAYAH SIDOARJO KHUSUSNYA KORBAN LUMPUR LAPINDO, Apa kah itu yang di maksud dengan “pengemban amanah”…??????
    YANG PASTI, YANG BICARA INI BUKAN ORANG LING-LUNG lho….?????

  23. re berkata:

    setelah sekian lama dan korban masih dalam kondisi terkatung-katung, apakah Perpres 14/2007 itu masih bisa dibilang berpihak ke rakyat? bagaimana mungkin ganti rugi yang mestinya mutlak harus dibayarkan oleh pihak perusahaan menjadi jual beli dimana sebuah perusahaan (lapindo) dimungkinkan memiliki aset yang sangat luas (lebih dari 400 ha). analoginya begini. kalau sebuah kendaraan menabrak sebuah rumah, apakah sang korban (rumah yang ditabrak) harus menjual rumahnya kepada si penabrak supaya bisa diganti?? apakah presiden tidak sedang dalam kondisi linglung ketika menyusun perpres ini??

  24. Natalie berkata:

    Saya sebagai masyarakat awam, sebagai mahasiswa, sebagai rakyat Indonesia hanya bisa mengatakan, SEHARUSNYA bencana ini tidak terjadi bila manusia di bumi ini khususnya di Indonesia tidak MARUK alias UGAL-UGALAN dalam eksploitasi SDA yang dipunyai Inbdonesia ini. Banyak orang pintar di negeri ini mengapa kepintaran itu disalahgunakan untuk hal-hak yang membahayakan orang banyak. Kalau yang terkena dampaknya diri sendiri ndak apa-apa, tetapi kalau orang lain yang kena seperti itu bagaimana????Tuhan memberi kekayaan lengkap untuk kehidupan manusia di bumi ini, untuk dipelihara, di jaga, dilestarikan, dikembangkan, tetapi mengapa justru kebanyakan di eksploitasi, bahkan ada yang sudah sampai di negeri orang dan di HAK PATEN kan….?Di sini sebenarnya ilmu, kepandaian yang ada di buat apa…

    Akibat dari bencana ini banyak sekali, baik dari segi politik, ekonomi, gender (perempuan dan anak-anak), menurut informasi juga banyak ‘orang-orang’ yang mengaku berkepentingan berjubel di sana, baik yang garis kiri maupun kanan. Di sini yang saya bicarakan adalah, mari kita fikirkan bersama-sama, bagaimana menanggulangi bencana tersebut, khususnya masyarakat kecil yang terkena dampaknya langsung. Pengusaha kecil di sana yang masih kesulitan untuk mengakses kredit, tolong,diberi keringanan, entah bagaimana caranya, tanpa adanya beban yang menyulitkan, tanpa adanya jaminan yang memberatkan, persyaratan dan sejenisnya, karena keadaan mereka sudah seperti itu. Anak2 sulit unruk mengenyam pendidikan, para perempuan kurang diperhatikan kesejahteraannya. Namanya orang terkena musibah, seharusnya dimaklumi, dibantu dengan segera, tanpa memikirkan adanya kepentingan2 yang ingin mengambil keuntungan dsb. Siapapun tidak ada yang tahu kapan bencana tersebut dapat berhenti. Hendaknya jangan saling menyalahkan, lempar tanggungjawab, tetapi bahu membahu memikirkan jalan keuarnya secara FOKUS demi kesejahteraan masyarakat di sana selanjutnya. Dampak yang terjadi tidak hanya dirasakan oleh warga sekitar bencana tetapi seluruh Jawa Timur perekonomian terganggu. Perubahan yang diinginkan berasal dari dalam diri sendiri, kesungguhan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi niscaya akan membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat. Mari bersama-sama kita bantu meringankan penderitaan mereka, khususnya ‘orang-orang’ yang terlibat dalam ‘penyelesaian’ kasus bencana tersebut. Terima Kasih..

  25. rico berkata:

    aku mau nulis ini, kemarin reporter di salah satu perusaan tv swasta meliput tentang harga cabe di jkt yang dari tani cuma 5 ribu, trus di jual di pengecer ada yang sampe 10rb, itu karena harga bensin naik, harga di kota naik 500 perak aja dah pada demo. trus nulisnya jangan kaya anak tk kasih tau klo cabe yang di tanam di jkt itu kualitasnya jelek yang bagus dari magelang ampe singapure. trus di loiput juga kenapa harga cabe yang dulu sampe 25 ribu sekarang cuma 5ribu. ya karena home industri saos pada bangkrut. jadi peliputan berita juga jangan asal n harus di pikirkan jangan cuma meliput aja tanpa ada solusinya or malah mentah2. jadi mohon di fikirkan.

  26. Zoquie Hammar berkata:

    Saya kira permasalahan nya sekarang adalah bagaimana menarik Hikmah dan berkah,bila ad, dari kondisi ini. Setidaknya ada element dan atau unsur yang dapat di manfaatkan bagi kehidupan manusia pada umumnya, baik dari kondisi lumpur yang disemburkan, ataupun kondisi sosial dan ekonomis dari lingkungan disana, maksudku kalau orang di Sidoarjo itu mesti mengungsi, tentu juga orang disekitar kota itu,bukan.
    Maslah pengangkutan mungkin bukan masalah yang diutamakan, tapi setelah itu apa ?
    Teknologi tok ternyata tidak mungkin dapat berdiri seorang diri, demikian juga ilmi-ilmi yang lainnya, sekurangmya ada dua fihak yang dapat bekerjasama, baik exacta+exacta, atau exacta-non-execta, vice-versa.

    Science melulu juga hanya mungkin menghantarkan hingga analogi algoritma yang memerlukan waktu,tempat dan biaya untuk menguji-cobakannya.
    Tidak mungkin tidak semua disaster yang sedang dialami bangsa kita, dari sejak Aceh hingga ke Manokwari dan seterusnya akan dapat kita minimalkan, dengancara dan jalan mencari dan menemukan Hikmah dan Berkah dari masing-masing kejadian.
    Sebagai sesama manusia, kita tidak pernah luput dari ujian dan cobaan, baik theory maupun praktisnya, tok ilmu dan pengetahuan Allah adalah selalu Maha Lengkap lagi Sempurna, referensi mengenai hal ini ada terdapat di buku-buku agama, yang adalah kitab Agama Langit. Kapan dan dimana itu adalh Jadwal pembagian rizkinya yang berputar bagaikan ‘Wheel of Fortune’, barangkali.
    Semoga anda tabah menghadapinya, Amien.

  27. Dedy A berkata:

    ngak terasa dah setaun lebih ya, aku punya ide dan ngak tau mestinya pake forum yang mana, jadi aku masuk forum yang ini, gimana kalo dilakukan gempa buatan.
    seingatku kan di bawah tanah terdiri dari berrbagai macan aliran serta jalur tanah, yang perlu kita lakukan itu mencari dimana jalur tanah yang menuju ke pusat mud vulcano, lalu dihitung kemungkinan apa dampak terjadinya gempa itu, jika memang patahan itu bisa diguncang dengan gempa ringan, maka guncangan itu menimbulkan tumbukan antar patahan dan lubang lumpur dapat tertutup. seingatku dari langkah2 yang dilakukan skarang justru memperparah keadaan. peninggian tembok tanah juga , malam membuat mudnya semakin banyak, dan jika musim hujan yang bakal muncul beberapa minggu kedepan bener2 datang….. wasalam deh sidoarjo dan surabaya sertya kota sekitarnya
    mengenai dampak gempa buatan itu, worst case scenarionnya jawa khususnya jawa timur bakal terbelah 2 atau at least sidoarjo tenggelam.

    Dedy Aryono
    Lagi belajar Fokus dan expert ke akuntansi lingkungan

  28. InginTahu berkata:

    Assalamualaikum wr. wb.

    Halo rekan2 semua, kalau sekiranya boleh bertanya berhubung saya tidak pernah terjun langsung ke sidoarjo. Saya ingin tahu apa saja masalah2 sosial yang timbul di masyarakat dan kira2 apa yang bisa menjadi solusinya. Terkadang saya berpikir bahwa rakyat harus di pikirkan dahulu selagi masalah lumpur di selesaikan.

    terima kasih.

    Wassalam.

  29. dian berkata:

    lho pak aburizal bakrie kan orang teknik, tapi jadi politikus. yah salah jurusan dia. makanya dia berusaha bagaimana ilmu teknik itu dijadikan ilmu politik. dan ternyata sukses, meskipun secara profesi keteknikan menjadi tidak jelas lagi. kata pemerintah ” bencana lapindo jangan dipolitisasi.” jadi teknik dan politik bergabung menjadi “politics engineering”

  30. keciL berkata:

    entah sampai kapan kejadian ini akan berakhir

    mungkin usaha telah banyak dilakukan baik Pemda Sidoarjo, Jatim hingga BPLS

    namun, yang terpenting disini adalah kita sebagai manusia hendaknya saling tolong menolong dan selalu memberikan yang terbaik serta bersikaplah HUMANIS

  31. ompapang berkata:

    Pak Hendy, pakai pengalamannya pak Bambang Bahriro (penemu Blokath Dothon) saja, langsung ke Sekretaris BPLS, Bapak Ir.Adi Sarwoko, Dipl HE di Surabaya, kuncinya disana.

  32. Hendy berkata:

    Kepada Yth. teman2 yang mempunyai link langsung dengan SBY mohon bantu kami untuk beraudiensi dengan SBY mengenai penanganan luapan lumpur LAPINDO daripada negara tercinta ini menghabiskan dana triliyunan rupiah lebih baik berikan kesempatan kepada kami untuk memberikan solusi dalam penanganan bencana ini…
    waktu sudah begitu mendesak mudah2an SBY membaca Email kami
    Terima Kasih.. Merdeka………….!!!

  33. t berkata:

    Wah, itu Bupati Jawen tapi nggak ngerti Tumpang Sari dan Mina Paddi!!

  34. usil berkata:

    omPapang! Kalau bertani/pemancingan namanya usaha NYATA
    lain dengan ORI, obligasi dll, namanya usaha VIRTUAL
    WONG Teknik pasti pilih usaha yang NYATA/PASTI, ya om?

  35. ompapang berkata:

    Kalau jadi petani, ompapang pernah ngalami, pertama nanam padi – rugi, nanam bawang putih dataran rendah, tidak rugi tetapi hama dan penyakitnya banyak sehingga butuh fungisida dan insectisida (misal furadan untu basmi ulat tanah) banyak, terakhir sawahnya tak jadikan kolam pemancingan, untungnya besar, ikan disetori dari keramba apung rawa pening, hasil budi daya ikan keramba sungai-sungai lokal, peternak ikan kolam serta hasil percobaan penggemukan dari jurusan perikanan Fakultas Perikanan.
    Saat GKG(Gabah Kering Giling) Rp500,/kg, omset pemancingan Rp400.000,– perhari, sedang omset hari Minggu rata-rata Rp1,juta. setara dengan harga 2 ton GKG.
    Sayang karena izin usaha terlambat mengurus, saat ada orang berpangkat perwira tinggi yang juga mempunyai kepentingan pada lokasi itu mengajukan protes kepada pak Bupati, kolam pemancingan seluas 3000 m2 yang baru beroperasi sekitar 2 bulan terpaksa ditutup atas perintah Bupati dijaman orde baru itu. Ada cerita yang tidak lucu tentang penutupan pemancingan itu. Waktu itu ada perintah penutupan usaha pemancingan dari Bupati yang saya terima, kemudian saya telpon ke Pak Bupati untuk klarifikasi, kenapa pemancingan ditutup, jawab pak Bupati : sawah disitu kan untuk PERTANIAN, jadi dilarang untuk PERIKANAN. Jawabku membela diri : Lho, PERIKANAN kan masuk sektor PERTANIAN , lagi pula airnya juga dialirkan kesaluran irigasi lagi,tidak dibuang. Kontan Pak Bupati marah-marah dan hubungan telpon DITUTUP sepihak. Dasar Bupati KEMPLU (grundelku).
    btw, ompapang tidak tertarik dengan pasar keuangan, sebab keuntungannya tidak nyata, dalam arti dikatakan UNTUNG kalau kita SUDAH MENJUAL valuta/saham / ORI atau surat berharga lainnya dengan harga lebih tinggi dibanding saat membelinya,sebaliknya kalau kita tidak menjualnya kembali berarti kita BELUM (mendapat ) UNTUNG.

  36. t berkata:

    Kata “Mereka” yang Harus bebas Pajak itu Pasar Keuangan (Bursa dan Obligasi / Reksadana). “Pemainnya” sedikit tetapi sekali gerak minimal Rp 500 M – Rp 2T.

    Atau Yang “pemainnya jutaan orang” dengan nilai GKG +/- 40 Juta ton X Rp 3000 sekitar Rp 120 T setahun.

    Jadi sebaiknya anak muda pilih mana Ompapang, jadi petani atau ikut-ikutan beli ORI :).

  37. ompapang berkata:

    Setuju pak Marto, namun sudah banyak bukti kalau ada DANA untuk memberdayakan petani dan nelayan selalu berakhir di Pengadilan sebagai perkara KORUPSI.
    Contoh DKP, BULOG,DANA REBOISASI, TABUNGAN PETANI CENGKEH,DANA PENGADAAN KAPAL NELAYAN (Bupatinya sudah dihukum), dll.
    Kasus umumnya adalah untuk BANCAKAN para tokoh politik, birokrat dan pengusaha.
    Bagaimana bisa sektor pertanian,kehutanan dan kelautan dapat dipakai sebagai penopang ekonomi wong dianak tirikan dan dananya malah untuk bancakan. Para calon pemimpin seolah tidak mau tahu akan pentingnya negara Indonesia menggantungkan ekonominya dari hasil sektor pertanian, kehutanan dan kelautan.
    Buktinya PBB sebagai pajak tanah/sawah tanpa bangunan tidak berdasar hasil bumi dari tanah tetapi dari nilai jual tanahnya.
    Bila NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)melebihi Rp 1Milyar, faktor pengali NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) menjadi 40 %. Jadi kalau ada petani mempunyai sawah seluas 1 HA dengan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) Rp100.000,–/m2 , maka NJKP = 40% X Rp 100.000/m2 X 10.000 m2 = Rp400.000.000,– dan Pajak Tanah(PBB tanpa bangunan) = 0,5 % X Rp400.000.000,–= Rp2.000.000,– (Dua juta rupiah)
    Hasil padi sawah 1HA misal = 8 ton padi kering giling dengan harga Rp3000/kg,maka penghasilan kotor petani = 8.000 kg X Rp3000,-/kg = Rp 24 juta
    Bila total biaya produksi = 40% X Rp24 juta =Rp 9,6 juta, maka penghasilan bersih petani pemilik tanah = Rp14,4 juta. Untuk setahun 2 kali panen ,penghasilan menjadi =2 X Rp14,4 juta = Rp 28,8 juta. Setelah dipotong pajak PBB , penghasilan petani menjadi Rp 28,8 juta – Rp2,-juta = Rp 26,8 juta. Sedang pajak tanahnya sendiri mencapai hampir 7 % dari pendapatan kotor, belum nanti “kalau” dikenakan pajak penambahan nilai pada berasnya.
    Penghasilan tersebut adalah perkiraan bila tidak terjadi kegagalan panen karena bencana alam atau tidak ada serangan hama dan penyakit serta tidak ada impor beras luar negeri. Belum nanti dari perkiraan NJOP nya.Banyak lho tanah sawah yang NJOPnya melebihi Rp200.000,- /m2. Jelas pajaknya akan menjadi lebih mencekik leher petani.
    Dari perkiraan tersebut kelihatan bahwa kesejahteraan petani masih jauh dibawah kesejahteraan PNS gol II a (lulusan SLTA) masa kerja 2 tahun, apalagi dibanding kesejahteraan anggota DPRD kabupaten/kota yang sama-sama ijazah SLTA. Jauuuuh sekali bedanya.
    Itulah cermin buram sektor pertanian kita. Bagaimana petani dapat menopang perekonomian Indonesia, wong kerjanya seharian hanya menopang dagu merenungi nasibnya. Gitu pak Marto idin !

  38. marto idin berkata:

    ompapang…menurut saya sektor pertanian dan sektor apapun harus bisa semaksimal mungkin menjadi penopang yang kuat ekonomi bangsa ini, dulu kita pernah menjadi negara agraris yang mengekspor beras dan hasil pertanian lainya, namun sekarang ….banyak saudara kita makan beras busuk,karena tidak ada pilihan lain….belum haknya dengan ikan yang dicuri oleh nelayan asing mungkin sampai trilyu-nan rupiah/tahun nilainya..

  39. marto idin berkata:

    aku merindukan hidup dinegara yang GEMAH RIPAH LOH JINAWI TOTO TENTREN KERTO RAHARJO ….bagaimana dengan bangsa kita ini..?

  40. t berkata:

    Merujuk pada catatan Ompapang:

    Indonesia considers new method to halt mud volcano


    +++

    Bola Beton Gagal, Muncul Cerobong Baja

    dan menggabungkan Penjelasan Tulus dari Bp. RIrawan:

    Pemerintah Ragu-Ragu Pilih Metode Sumbat Lumpur

    Maka secara politik-ekonomi saya pikir biarkanlah Katahira bikin damnya :), kalaupun ambles nggak apa-apa, yang penting ada “investasi baru” masuk Indonesia, paling kurang Rp 600 milyar :). Bagusnya lagi diperlebar saja bangunannya. Haree gene cari investor ndablekz 🙂 susyah lho:). Itung-itung ngurangin pengangguran akibar Lapindo. Ayo Katahira, tunjukkan Nyalimu…!

  41. ompapang berkata:

    Itu BARU NAMANYA OLEH-OLEH DARI INDIA, Pak RIrawan!! Episode yang akan datang apa Pak?
    Sakjane kita punya ahli nuklir Pak Baiquni, tetapi entah kenapa sampai setengah abad berlalu kita tidak ditinggali karya monumental beliau. Juga ilmuwan Pak B.J.Habibie malah jadi politikus (karbitan ?) yang prestasinya melepas Timor Timur dengan opsi jajag pendapat, boleh dikata bukan prestasi seorang negarawan. Belum lagi terpuruknya sektor pertanian di era beliau jadi politikus yang mengagung-agungkan teknologi industri dan menganak tirikan sektor pertanian karena dianggap punya nilai tambah lebih kecil dibanding sektor industri.

  42. usil berkata:

    Makasih infonya Pak Rovicky. Eh!! ternyata setelah saya longok
    fotonya Mas Rovicky…..gak taunya …ngganteng euy!
    Tadinya aku kira botak he…he..

  43. Rovicky berkata:

    Kalau mau detil tulisan Pak RIrawan silahkan baca disini juga

    India saja punya PLTN dan teknologi Nuklir


    Diskusi soal energi ini akan lebih pas disana.
    Biar yg disini konsentrasi si genit LuSi yg mulai nakal 😦

  44. usil berkata:

    Weh!!! ini baru namanya pencerahan.
    Pak RIrawan menambah wawasan kita tentang PLTN
    Semoga pemerintah kita dapat ambil keputusan tentang PLTN
    dengan bijak, setelah mengkaji semua info seperti ini.

  45. RIrawan berkata:

    Maaf, alinea pertama diatas ada yang terbolak-balik kata-katanya, seharusnya dibaca sbb:

    India pesat sekali membangun sumber-sumber energinya, sehingga data-data cepat sekali usang. Total daya terpasang terakhir dilaporkan 130 Gwe lebih, 75% dari batubara. Setiap 2 minggu 1 blok pembangkit listrik baru didirikan, terbanyak masih PLTU-batubara sehingga India tidak lama lagi bakal menjadi negara ke 3, setelah AS dan RRC, yang paling merusak atmosfir bumi dengan gas buang PLTU nya.

  46. RIrawan berkata:

    Energi di India.

    India pesat pembangkit sekali membangun sumber-sumber energinya, sehingga data-data cepat sekali usang. Total daya terpasang terakhir dilaporkan 130 Gwe lebih, 75% dari batubara. Setiap 2 minggu 1 blok listrik baru didirikan, terbanyak masih PLTU-batubara sehingga India tidak lama lagi bakal menjadi negara ke 3, setelah AS dan RRC, yang paling merusak atmosfir bumi dengan gas buang PLTU nya.

    Topik energi di India ini pelik. India sama seperti RRC, pengembangan sumber energi dikedua negara itu ambisius. Mereka punya SDM, industri manufaktur dan konstruksi yang sangat banyak untuk melaksanakan pembangunan pembangkit listrik secara besar-besaran. Tetapi tokh order dari ke 2 negara itu bahkan memenuhi kapasitas pabrik-pabrik ternama di negara-negara maju. Uang mereka kini melimpah, sehingga nafsu belanja meningkat drastis, tetapi tokh rasionil, mengejar pencapaian target-target, terutama mengentaskan kemiskinan atau memakmurkan rakyatnya. (Ini memprihatinkan, di sana sibuk membangun dan tiap hari makin baik dan makin kaya, sedangkan kita di Indonesia masih berputar-putar mengurusi bencana-bencana yang tidak kunjung beres. Oh …).

    Bhabha dibalik PLTN dan Bom Atom India.

    PLTN dan isu nuklir di India selalu hot sejak dulu, dipacu kekuatiran dan persaingan lawan RRC dan musuh bebuyutannya Pakistan (belakangan jauh tertinggal karena kekacauan ekonomi, fanatisme dan terorisme). Maka India diam-diam melakukan riset tentang senjata atom di Bhabha Atomic Research Centre, meskipun resminya diumumkan sebagai riset teknologi Atom Untuk Perdamaian. Tanpa mencolok dan tanpa tanda-tanda minat pada tujuan militer, India berhasil membeli sebuah reaktor riset Cirus 40MWt dari Kanada, lalu mengekstrak plutonium sisa pembakaran dari reaktor riset Cirus itu. Hampir 20 tahun berkutat dengan riset siang malam, akhirnya plutonium itu dipakai untuk percobaan bom atom India pertama pada 18 Mei 1974 yang berkekuatan ledak 4-6 KT. Pemerintah India mengumumkannya sebagai sebuah “Ledakan Nuklir yang Penuh Damai”. Sesudah itu, 24 tahun India sepi dari berita tes bom atom. Tiba-tiba perdana menteri Vajpayee memerintahkan serangkaian percobaan peledakan atom yang dinamakan “Operasi Shakti”, yakni Shakti 1 (11 Mei 1998) hingga Shakti 5 (13 Mei 1998), gara-gara diprovokasi oleh peluncuran rudal-percobaan Ghauri oleh Pakistan tgl 6 April 1998.

    Keberhasilan India memposisikan diri ke dalam jajaran negara bersenjata nuklir, menjadi negara pertama dari dunia ketiga yang membangun PLTN dan sekaligus sebagai negara dunia ketiga yang memiliki program nuklir terbesar, adalah berkat seorang ilmuwan fenomenal India, Dr H J Bhabha, yang memimpin dan merintis dunia ilmu dan program nuklir negara. Ia membangkitkan ambisi India atas nuklir, membawanya ke realitas di tanah India dan memperoleh segala prioritas utama dan dana besar dari negaranya. Semasa ia studi hingga meraih gelar doktor fisika di universitas Cambridge 1935 dan sebelum pulang ke India 1939, Bhabha sempat akrab dengan para fisikawan seperti Niels Bohr, James Franck, Enrico Fermi dll, yang di kemudian hari berperan besar dalam program persenjataan nuklir AS dan Inggris. Ia juga ikut aktif dalam penemuan dan pendalaman tentang fisi nuklir. Sohib kentalnya seregu dari uni Cambridge, W B Lewis, belakangan menjadi ketua Program Energi Nasional Kanada. Hubungan pribadi dengan Lewis inilah yang memungkinkan Bhabha memperoleh reaktor Cirus (heavy water) di tahun 1955 dari Kanada dengan panji tujuan riset damai untuk peningkatan kualitas hidup, namun kemudian selama puluhan tahun ditekuni oleh ahli-ahli India dan dipakai membuat plutonium untuk bom atom.

    Di Bombay, Bhabha mendirikan institut riset ilmu-ilmu inti 19 Desember 1945. Ia mencanangkan visi nuklir India dan menekuninya selama 20 tahun hingga akhir hayatnya. Ia adalah perintis sejati dibalik keberhasilan nuklir India, baik pada pembangunan PLTN India maupun penciptaan bom atom India kelak. Ini sekilas mirip dengan mantan politisi hi-tech kita. Tetapi Bhabha tidak one-man-show, ia rajin merekrut dan mendorong ilmuwan-ilmuwan cerdas India, seperti Homi Sethna, P.K. Iyengar, Vasudev Iya, Raja Ramanna dll, yang kemudian menjadi tokoh-tokoh besar kemajuan energi di India. Meskipun Bhabha juga sangat dekat dan punya pengaruh besar pada kebijakan perdana menteri Nehru dan Shastri, yang menetapkan prioritas dan program negara untuk pengembangan nuklir di India, namun ia tidak larut dalam politik praktis. Konsentrasinya tetap pada urusan riset dan pengembangan energi. Bhabha tegar di dunia ilmu, mengutamakan meritokrasi demi kemuliaan dan kejayaan segenap warga bangsanya, tidak terjebak oleh silau kekuasaan, tidak pernah tampil sebagai politikus karbitan yang menunggangi sentimen dan fanatisme sempit. Sebagai ilmuwan, ia rajin menghimbau rasionalitas bangsanya agar mampu membebaskan diri dari belitan primordialisme dan bangkit sejajar di antara bangsa-bangsa maju di dunia. Meskipun ambisi nuklir Bhabha juga menggerogoti ekonomi India, tetapi ia berhasil menaikkan pamor India sejajar dengan negara-negara pemilik nuklir. Ia menggairahkan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang sekarang terbukti menjadi motor kekuatan dan kemakmuran India. Lagi pula, saat itu resiko dan kerumitan PLTN belum sepenuhnya disadari dan belum nyata terbukti. Perdana menteri Indira Gandhi mengabadikan nama Bhabha pada nama institut yang didirikannya, setelah ia meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat 24 Januari 1966. Bhabha dikenang sebagai ilmuwan yang sangat memimpikan kemandirian bangsanya, tidak suka rendah diri atau menjilat, tetapi ia bukan demagog dan tidak pernah mengajak rakyatnya petentang-petenteng membenci bangsa-bangsa lain yang sudah lebih makmur. Kebanyakan orang India sangat mendukung pengembangan sumber energi di negaranya secara besar-besaran dan sampai sekarang masih dengan yakin mengutip kata-kata Bhabha ½ abad lalu: “No power is costlier than no power”, artinya kekurangan energi berakibat mandeknya ekonomi karena produktivitas rendah.

    Perjalanan Ambisi PLTN India.

    India memenuhi kebutuhan energinya 82% dari fosil dan 14% dari tenaga air. Konsumsi minyak saat ini 2,5 juta barel/hari, 70% impor, sehingga tiap tahun harus membelanjakan 25 milyar USD untuk impor minyak mentah. Batu bara adalah sumber energi utama untuk 75% pembangkit listrik India, sehingga India saat ini merupakan produsen batu bara nomor 3 terbesar dunia dengan cadangan yang cukup untuk 100 tahun lebih, karena India memiliki cadangan batu bara nomor 4 terbesar di dunia. Tetapi batu bara India kualitasnya buruk, kandungan abunya 15-45% dan nilai kalorinya rendah.

    Situasi dan alasan-alasan di atas dari dulu mendorong orang India sangat mendambakan energi nuklir. Tetapi meskipun sudah ½ abad lebih India berjuang dan membelanjakan dana yang luar biasa besar (25% dari total dana riset dan pembangunan nasional) untuk pengembangan dan percobaan nuklir, tokh sampai saat ini tidak lebih 3% pasokan energi yang diperolehnya dari PLTN. Di ballik reputasi dan pamor penguasaan teknologi oleh India yang mengharumkan negara itu, program PLTN nyaris membenamkan ekonomi India, yang menimbulkan ancaman anarki dan kemelut politik akibat ketidak-puasan rakyat atas kemiskinan yang berketerusan.

    Banyak kisah tragis dan gawat dalam kinerja PLTN India. Pada reaktor Rajasthan air berat yang mahal bocor terus yang berarti mengalirkan uang percuma ke selokan. Pencemaran radioaktif pada ribuan pekerja dan penduduk sekitar reaktor Tarapur diperkirakan dampaknya masih mengancam hingga 20 tahun. Hingga 1995 ada 9 reaktor PLTN dengan kapasitas total 1800 Mwe yang beroperasi di India, 2 di Tarapur, 2 di Rawatbhata, 2 di Kalpakkam, 2 di Narora dan 1 di Krakapur. Semuanya pernah bermasalah dengan keamanan dan kebocoran radiasi, sehingga seringkali harus di non-aktifkan selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Kecilnya output PLTN-PLTN India, sebab rata-rata kinerjanya cuma 45%, padahal nilai ekonomisnya harus beroperasi di atas 70%.

    India hampir sepenuhnya tergantung pada pasokan bahan bakar dan teknologi dari AS. Ibarat sudah kepalang basah, India mungkin akhirnya bisa berhasil dengan program energi dari nuklirnya, sebab pengetahuan dan kemampuan sudah dikuasainya, tetapi pasti masih dengan skala yang sangat tidak ekonomis. Kisah PLTN India membuktikan, betapa uang yang ditanamkan ke sana, sesungguhnya bisa dipakai untuk membangun dan mengoperasikan sumber energi lainnya dengan hasil yang jauh lebih menguntungkan. Sekaligus membuktikan, betapa sulitnya menghasilkan prestasi hanya dengan idealisme semata, tetapi sambil kelaparan. Akibat fakta-fakta negatif tentang energi nuklir ini, resiko dan rawannya keamanan, serta merebaknya tentangan para evironmentalis, dipastikan bahwa nuklir belum akan punya peran berarti sebagai sumber energi di India untuk setidaknya 20 tahun kedepan.

    Masa Depan PLTN India.

    Saat ini India dan AS hampir merampungkan pakta nuklir bersama, yang memungkinkan India untuk pertama kalinya dalam 33 tahun, bisa memperolah bahan bakar dan reaktor modern dari AS, setelah melalui perjuangan serta perundingan panjang dan mahal. Sebelumnya India diembargo AS atas segala barang yang berkaitan dengan nuklir akibat percobaan bom atom India 1974. Tetapi AS masih keberatan mengijinkan India membeli mesin-mesin AS untuk mengolah sendiri sisa bahan bakar PLTN, yang rawan disalahgunakan untuk membuat bom atom dan kuatir ancaman teroris. Namun tampaknya AS bakal makin merangkul India, yang menginformasikan bahwa belanja militer RRC sudah melebihi 120 milyar dollar (wouuu … 2x APBN RI hanya buat mesin perang), meskipun RRC bilang cuma 40 milyar dollar, sehingga AS blingsatan dan minta RRC lebih transparan.

    Terakhir jumlah kapasitas PLTN terpasang dilaporkan 3,31 Gwe atau kurang 3% dari seluruh sumber energi India. Ketua komisi energi atom India, Anil Kalkodhar, mencanangkan peningkatannya menjadi 20 Gwe hingga tahun 2030 dan ditambah dengan proyek yang masih ditahap pembangunan mencapai skala 40 Gwe, yang akan dilaksanakan dalam skema kerja sama internasional dengan biaya $ 40 milyar. AS sendiri malah memperkirakan bakal adanya potensi bisnis bernilai lebih dari $ 100 milyar yang muncul dari sedikitnya 30 reaktor baru di India, jika kesepakatan AS – India mengenai pengembangan energi nuklir India bisa dituntaskan. Bisnis “nyam-nyam” itu bakal dijaring melalui United States GE, Westinghouse Electric Co, ASE, Framatome ANP, Electricite de France, Atomic Energy of Canada Ltd dll. Perusahaan-perusahaan ini sedang bergerilya untuk meyakinkan pemerintah dan parlemennya, agar cepat mencapai kesepakatan guna mengijinkan export untuk barang-barang sensitif tersebut. Namun andaipun ambisi ini tercapai, dan India sanggup konsisten mengeluarkan dana spektakuler itu, PLTN pada saat itu baru akan memenuhi 12,5% kebutuhan energi di India.

    Bahan Perbandingan bagi Negara-negara Dunia Ketiga.

    Realitas PLTN di India memberikan contoh bagi negara-negara di dunia ketiga untuk dapat membuat keputusan dengan arif. Banyak institusi internasional yang sepintas kelihatan berbobot ilmiah dan pakar-pakar yang seolah-olah memaparkan hasil kajian scientific, tetapi sesungguhnya bekerja sesuai arahan pemesannya, yakni para CEO multi-korporasi pembuat mesin-mesin PLTN dari negara-negara industri maju, demi sales dan order yang menghasilkan profit cemerlang, Di negaranya, PLTN diputuskan tidak akan dibangun lagi dan yang terlanjur ada satu-persatu akan ditutup. Maka kini para CEO itu giat melobi pemerintahnya dan meyakinkan bahwa meskipun mesin-mesin PLTN itu disupplai ke negara-negara dunia ketiga, tetapi ketergantungan dan kontrol penuh atas mesin-mesin itu tetap mutlak di tangan mereka. Paralel mereka juga mensponsori banyak lembaga dan pakar untuk membuat makalah-makalah tentang kecanggihan, keamanan dan kelayakan PLTN modern. Dukungan luas juga diperoleh akibat kekuatiran atas emisi gas CO2 dan pemanasan global, sehingga masyarakat di negara maju menginginkan negara-negara berkembang melakukan expansi sumber energi yang tidak merusak atmosfir bumi, termasuk PLTN. Padahal mereka sangat anti dengan pembangunan PLTN di negaranya dan lebih menyukai saat ini reaktor-reaktor yang dipropagandakan canggih dan aman itu diuji-cobakan dulu di negara-negara lain yang belum maju. Kalau perlu dengan slogan bantuan atau sumbangan kerja sama untuk kemakmuran. Maka kearifan sungguh diperlukan bagi para pemimpin negara-negara berkembang, apakah arogansi, ambisi dan pamor politik akan merelakan negaranya dijadikan kelinci percobaan, mempersembahkan untung besar dan menambah kemakmuran bagi bangsa-bangsa kaya pemasok mesin-mesin PLTN, sekaligus memaksa seluruh rakyat anak negeri sendiri memikul biayanya terus-menerus selama puluhan tahun.

    Program energi nuklir India memang kontroversial, tetapi India selamat berkat sukses pertumbuhan ekonomi yang berhasil secara konsisiten diwujudkannya sejak 16 tahun lalu, yang menurunkan angka buta-huruf, kebodohan, pengangguran, kemelaratan dan serentak menjadikan India sebagai calon pemain ekonomi terkuat dunia dalam beberapa dasawarsa berikut.

    Kini di India sebagai negara demokratis terbesar dunia dengan meluasnya peran kaum intelektuelnya, juga muncul gerakan “wisdom” yang sangat kuat, yang mengkoreksi strategi pengembangan energi di India. Gaung untuk memprioritaskan tumbuhnya sumber-sumber energi non-konvensional atau sumber energi terbarukan, seperti: panas-bumi, angin, matahari, biomass dan air makin gencar dan bergema kuat di India. Meskipun investasinya sangat mahal (dulu tidak dilirik akibat terdesak oleh batu bara yang cadangannya berlimpah di India), kini pemerintah India memberikan insentif yang besar. Secara persentual, saat ini peran sumber energi terbarukan ini masih sangat kecil. Namun kita bisa menengok lagi 10-20 tahun ke depan. Apakah India tidak cuma bisa menghapus kemiskinan dan menjadi negara kuat, tetapi juga bisa menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan energinya secara bijak, tanpa pemborosan biaya serta mandah dieksplotir oleh negara-negara barat yang lebih dulu maju. Apakah India bisa menghindari hujatan dunia yang menuduhnya sebagai penyebab utama perusakan global atmosfir bumi. Dan akhirnya, apakah India yang kaya dan maju kelak juga sekaligus menjadi penunjang perdamaian abadi dunia.

  47. RIrawan berkata:

    Ini oleh-oleh boneka (cerita B-om pes-ON-a EK-onomi A-kbar) India, satu dari 2 negara dengan pertumbuhan paling spektakuler di dunia di awal abad 21 ini, yakni 8-10% PDB. India sekaligus juga negara demokrasi terbesar di dunia dengan 1,1 milyar jiwa; dengan keruwetan masalah yang tidak kalah daripada Indonesia, sehingga sangat relevan diperhatikan dan diperbandingkan.

    Mendarat di kota Mumbai, saat ini 18 juta penghuninya, saya teringat 14 tahun lalu, ketika itu kota ini sangat kotor. Slam (gubuk kumuh) yang menimbulkan perasaan seram menyambut tak putus-putusnya di sepanjang tepi jalan-jalan Bombai (nama lama Mumbai). Namun saya tercengang, kota ini sekarang berubah. Jalan-jalan menjadi lebar dan kualitasnya bagus kokoh, kelihatannya semua jalan dialasi beton tebal 30-40 cm. Di mana-mana tampak kesibukan pelebaran jalan. Di kiri kanan jalan ada ribuan apartemen sekelas atau sedikit lebih bagus daripada rumah susun perumnas. Ketika saya tanya mana slam-slam nya, apa digusur habis? Teman India saya tertawa: “… masih ada, tapi di bagian sana kota. Akibat urbanisasi, harga rumah di Mumbai sangat tinggi, sehingga dulu orang miskin terpaksa tinggal di slam. Tetapi pemerintah tidak bisa main gusur, bisa langsung dijatuhkan. Ini negara demokrasi. Soalnya kenapa dulu dibiarkan sehingga terlanjur menjadi tempat hidup ribuan orang? Maka pemerintah barulah bisa membuldoser slam dan ketat melarang munculnya slam baru, setelah membangun rusun-rusun, lalu membagikan gratis kepada para penghuni slam itu.”
    Ha … gratis?
    Ya … 100% gratis, asalkan mereka terdata sah orang miskin, tinggal di slam dan punya kerjaan!
    WAH, INI BARU NAMANYA PEMERINTAH.

    Melihat-lihat pabrik di India, saya harus berpikir keras untuk memahami, sama seperti upaya menikmati masakan India yang exotis dengan bumbu-bumbu tajam bersaos kental, tetapi diramu dengan bahan dan gaya dari unsur tradisionil hingga modern, seperti makan di atas daun pisang dan sendok-biologis bersama serviet dan gelas anggur. Industri India mempertontonkan paduan unsur manual berteknologi paling sederhana yang banyak mengandalkan otot para buruh, hingga yang paling modern dan dikendalikan oleh piranti lunak yang canggih. Namun mereka bekerja dengan kapasitas penuh 3 shifts. Pabrik-pabrik itu sibuk expansi, memperluas bangunan pabrik, menambah mesin dan menambah karyawan. Lalu, apakah India kekurangan tenaga terdidik dan ahli? Ternyata tidak. Sejak lebih 2 dekade lalu India mewajibkan anak-anak sekolah dan pemerintah tak cuma bikin peraturan, melainkan semua anak bebas biaya sekolah dan buku, ditambah tunjangan gizi dan pakaian hingga setingkat SMU.
    WAH, INI BARU NAMANYA PEMERINTAH.

    Maka sekarang, India kecukupan tenaga terdidik dan trampil. Universitas-universitas menghasilkan 2 juta sarjana per tahun, 50% nya jurusan teknik. Situasi ini sangat mendorong kemajuan di segala sektor. Lembaga-lembaga riset dan pengembangan sangat banyak bermunculan dan tumbuh. Tidak hanya industri-industri di India saja yang menikmati banyaknya tenaga unggulan India, tetapi banyak perusahaan Eropa dan Amerika yang merekrut karyawan-karyawan India. Bahkan banyak pula yang membuka kantor di India dan mempekerjakan sarjana-sarjana India, tetapi dengan operasi seolah-olah mereka berada di Amerika atau Eropa. Ini dimungkinkan berkat kecanggihan perangkat IT, sehingga perintah dan penyajian hasil kerja bisa diselenggarakan melalui jaringan IT lintas benua dengan tidak kalah cepatnya dibandingkan dengan mereka yang berada di satu gedung. Maka banyak perusahaan dunia dapat ikut memanfaatkan SDM India yang berpendidikan dan berkualitas tinggi, namun dengan gaji hanya 10-30% orang bule. Hampir seluruh perusahaan IT dunia sudah membuka usahanya di India, terutama di Bangalore. Pendapatan India dari IT diperkirakan 40 milyar dollar US per tahun, yang memberikan peran penting India sebagai rantai inovasi dan rekayasa teknologi global.

    Ada 2 hal utama yang menentukan awal kemajuan India.

    Pertama: adalah penyingkiran hantu-perijinan (License Raj), semacam pola ekonomi terpimpin semu yang 4½ dekade lebih mencengkeram India, yang mengharuskan seluruh aktivitas usaha terlebih dahulu memiliki ijin dari pejabat pemerintah. Tetapi birokrasi korup dengan slogan nasionalis pro proletar justru berkolusi dengan pengusaha besar yang menguasai hampir seluruh kegiatan usaha secara monopoli, anti persaingan dan jeli membunuh setiap potensi anak negeri dan semangat inovasi. Saat itu India sungguh-sungguh terjerembab ke situasi ultra feodal dengan lapisan elite yang yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, mengambil sangat banyak dan menyisakan sangat sedikit bagi ratusan juta rakyat. Pola ini lama dikritik oleh negarawan India Chakravarthi Rajagopalachari. Tetapi baru di tahun 1990 pada pemerintahan perdana menteri
    PV Narasimha Rao, License Raj dihapus total berkat kerja keras menteri keuangan Mammohan Singh, yang menerapkan liberalisasi atas ekonomi India dan menghapus monopoli elit, yang menghasilkan pertumbuhan luar biasa pesat sampai sekarang.

    Kedua: adalah penghayatan hidup sekuler meritokratis. Didera sejak lama sekali oleh keyakinan primordial yang menonjolkan perbedaan kelas, gemar mengeksploitasi kebencian, monopoli kebenaran dan cenderung anarkis, kini masyarakat terdidik India sudah tidak lagi peduli dengan segala paham primitif, yang hanya menghasilkan keterpurukan. Mereka tidak sudi lagi menghambur-hamburkan waktu dan energi untuk kegiatan nihilis dan fatalis. Mereka kini hanya menghargai kualitas intelektuel dan berlomba menggairahkan kinerja. Mereka makin tegar menghormati meritokrasi, menghargai prestasi dan kerja keras, berdasarkan kesetaraan, persamaan kesempatan dan demokrasi sebagai moral manusia modern. Maka di India kini, orang dapat berjuang meraih sukses, menghasilkan yang terbaik, tanpa kuatir didiskriminasi, apapun asal-usulnya, etnisnya, rasnya, kelasnya, agamanya dsb.

    Ekonomi India diramalkan menjadi terkuat nomor 3 dunia sebelum tahun 2050, setelah China dan Amerika Serikat, mengalahkan Uni Eropa dan Jepang. Dan GNP India bakal menyamai Amerika Serikat tidak lama setelah itu.

  48. yasin yusuf berkata:

    Mas Tony, kita harus iri dengan masyarakat Amerika Latin yang saat ini memiliki pemimpin-pemimpin yang memiliki nyali, seperti Hugo Chavez dan Eva Morales yang berani menasionalisasi (melakukan kontrak ulang) terhadap perusahaan asing yang mengeksploitasi sumberdaya (minyak) di negera-negara tersebut dengan bagi hasil yang menguntungkan pihak negara, karena selama ini dominan mempertebal kantong perusahaan2 asing. Padahal mereka semua terinspirai Bung Karno yang sudah terlebih dahulu melakukan hal yang serupa. Pemimpin kita mulai dari Soeharto sampai SBY semuanya memiliki mental inlander, yang merasa minder dengan orang asing, sehingga mudah dibodohi dan membiarkan begitu saja kepada orang asing untuk menghabiskan sumberdaya yang kita miliki (kasus terakhir Blok Cepu). Hasilnya sumberdaya yang melimpah bukannya menjadi berkah malah menjadi kutukan. Kita menjadi bangsa kere yang semestinya tidak perlu terjadi. Teman-teman yang terlibat dalam eksplorasi dan eksploitasi SDA mestinya lebih kritis dan berani menyuarakan kepentingan nasional. Kita tidak bisa terus berpura-pura tidak tahu dengan masalah ini. Jadi bukan sekedar analsis dampak lingkungan terhadap ijin usaha pertambangan yang perlu diperketat, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana usaha pertambangan yang ada betul-betul ada manfaatnya yang signifikan untuk masyarakat dan negara bukan hanya memperkaya perusahaan (baik asing maupun dalam negeri). Nyatanya ketika terjadi kecelakaan pengeboran (seperti dalam kasus Lapindo ini) pihak perusahaan pun berusaha berkelit, ya kita tahu berapa keuntungan yang selama ini dinikmati oleh mereka. Sekagi lagi marilah kita menjadi orang yang kritis dan berhenti berpura-pura tidak tahu dengan kekayaan kita yang sudah digadaikan kepada perusahaan asing maupun dalam negeri. Kalau pemimpin kita belum punya nyali, kita yang harus terus menyuarakannya, agar sumberdaya alam yang kita miliki menjadi berkah, bukannya kutukan…

  49. yasin yusuf berkata:

    Terima kasih ompapang, penjelasannya mengenai kecelakaan pengeborannya sangat mudah dipahami, dan penyidik mestinya menghadirkan orang spt ompapang sebagai saksi ahli.. yang disayangkan proses penyidikan berhenti di tempat, terjadi pimpong antara pihak kepolisian dan kejaksaan, sehingga masalahnya menjadi mengambang.. Pemerintah pusat pun terjebak pada logika kalau ditetapkan menjadi bencana nasional, maka pemerintahlah yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengatasi dampak bencana, sehingga langkah maksimal yang diambil adalah menunjuk sebuah badan seperti Timnas dan kemudian dilanjutkan BPPLS dengan dukungan pendanaan dari pihak Lapindo yang kelancaran aliran dananya “dipertanyakan”, sementara peran dari pemda Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat sendiri dari sisi pendanaan belum terlihat, di APBN dan APBD belum ada. Memang pemerintah sudah berkomitmen membiayai relokasi infrastruktur penting, sementara Lapindo membiayai penanganan semburan dan dampak sosialnya, tetapi realisasi di lapangan sangat lambat sampai memancing emosi warga. Padahal semakin lamban pemerintah bergerak semakin besar dampaknya. Sekali lagi bila pihak Lapindo terbukti bersalah dan sudah ditetapkan oleh pihak yang berwenang maka alokasi dana yang sudah dikeluarkan pemerintah bisa dimintakan gantinya kepada pihak Lapindo. Yang penting sekarang pemerintah harus turun tangan secara total tidak setengah-setengah lagi seperti saat ini, dengan dukungan dana secara penuh, sehinggga upaya penanganan bencana maenjadi maksimal dan korban pun tidak perlu terombang-ambing ketidakpastian oleh sikap Lapindo. Dengan ditetapkan sebagai bencana nasional, maka solidaritas masyarakat dari daerah lain bahkan luar negeri pun akan masuk ke Sidoarjo untuk meringankan beban warga Tidak seperti sekarang, masyarakat tidak bisa bergerak karena sikap pemerintah yang tidak terbuka dan membatasi pada komitmen Lapindo saja untuk mengurusi dampak bencana. Ini sungguh sangat ironis, 1 tahun bencana tidak ada kemajuan yang berarti malah akumulasi masalah semakin mengkhawatirkan dan menempatkan masyarkat di sekitar semburan lumpur, infrastruktur penting dan kota Sidoarjo pada kondisi kerentanan maksimum. Kalau tidak diambil langkah yang tepat, satu fase lagi bisa terjadi malapetaka.

  50. Tony berkata:

    Sebetulnya selain dampak yang disebabkan oleh sumur Lapindo tersebut jangan hanya untuk mengatasi masalah untuk saat ini saja. Yang perlu juga diperhatikan adalah untuk masa mendatang juga. Dalam hal ini pemerintah harus memperketat ijin-ijin penambangan yang berada diwilayah daratan, terutama dampak lingkungan, sosial dan ekonominya jangan asal memberi ijin tapi kalau sudah kejadian tidak ada yang bertanggung jawab. Saat ini saya lihat bahwa pemerintah lebih banyak membela pengusahanya saja seperti kasus Lapindo, Buyat, Freeport dan lain-lainnya. Jadi masyarakat di sekitarnya hanya sebagai penonton saja dan kalau demo dihadapkan pada kekuatan TNI atau POLRI dan yang aneh mereka itu tega untuk menembak rakyatnya sendiri….opo tumon. Kasus Newmont misalnya begitu mereka menang mereka langsung mengadakan pesta yang menurut saya sangat mewah. Padahal mereka pesta diatas penderitaan rakyat.

    Sebagai rakyat saya hanya bisa berharap bahwa mulailah pemerintah, DPR dan para aparat PEMDA bekerjalah dengan moral yang baik. Buatlah UU yang memihak rakyat dan lingkungannya dan jalankan dengan benar. Jangan nanti perusahaan tersebut sudah kasih fee pada pemerintah atau pemda setempat tapi tidak sampai ketangan masyarakat disekitarnya apalagi untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan. Marilah kita bersama yaitu para ahli-ahli, Pemerintah, TNI, POLRI, DPR dll bekerja dengan moral yang tinggi karena kalau tidak anak cucu kita sudah tidak mendapatkan apa-apa lagi dari kekayaan alam Indonesia tercinta ini.

  51. ompapang berkata:

    Pak Yasin Yusuf, menurut saya penyidik perlu diberi informasi teknis sehingga dapat memastikan kesalahan Lapindo dalam hal penyebab luapan lumpur, sehingga tidak dapat berkelit di pengadilan,sehingga keadilan dapat ditegakkan. Untuk itu mohon baca komen saya di topik Lapindo Sudah Habiskan Rp1,4 triliun Atasi Semburan Lumpur.

  52. yasin yusuf berkata:

    Untuk t dan ompapang, “setuju”, memang pemerintah harus turun tangan, karena tugas pemerintah adalah melindungi segenap warga termasuk dari bencana seperti diamanatkan pembukaan UUD 1945. Kita selama ini terjebak dengan asumsi kalau semburan lumpur Lapindo dinyatakan bencana berarti pemerintah yang harus bertanggung jawab, dengan demikian Lapindo bisa cuci tangan. Logika seperti ini semestinya mulai kita tanggalkan, mengingat di lapangan bencana betul-betul sudah terjadi dan menyengsarakan rakyat serta membahayakan perekonomian Jawa Timur. Oleh karenanya, debat berkepanjangan mengenai penyebab luapan lumpur apakah man made disaster (kesalahan prosedur pengeboran), gejala alam (mud volcano), atau gabungan keduanya sudah saatnya dihentikan, biarlah itu menjadi urusan pihak penyidik. Langkah yang harus secepatnya dilakukan pemerintah adalah mengambil terobosan kebijakan dengan secepatnya menetapkan semburan lumpur Sidoarjo sebagai bencana nasional dan menyiapkan dana talangan untuk menangani bencana tersebut. Di lapangan BPPLS mestinya lebih memfokuskan penanganan kerentanan manusia dan membagi kerugian secara adil dibandingkan penanganan kejadian (event) berupa semburan lumpur (sub surface) dan luapan lumpur (surface) yang terbukti “gagal”. Pemerintah juga harus menekan Lapindo dengan tegas untuk membayar ganti rugi 20% dan secepatnya merelokasi penduduk dan infrastruktur penting pada jarak yang aman, sebelum terlambat dan menjadi malapetaka besar, karena ancaman tanggul jebol dan bahaya sekunder berupa amblesan sudah di depan mata. Lihat jebolnya kembali pipa PDAM kemarin yang diduga kuat karena proses amblesan tanah..

    Teman-teman yang lain tolong hargai forum ini, terima kasih..

  53. yasin yusuf berkata:

    Mas Aditya, betul mas Lapindo hanya berkewajiban mengganti ganti rugi korban dan penanganan dampak sosial, sementara untuk merelokasi infrastruktur menjadi tanggung jawab pemerintah malah sudah jadi peraturan presiden (perpres) segala. Untuk data-data kerugian lihat laporan dari Universitas Brawijaya yang menghitung kerugian langsung dan tidak langsung dari bencana lapindo di kolom arsip beberapa waktu yang lalu (bulan april atau awal mei).

  54. yasin yusuf berkata:

    Mas Bima Sankerta, “Begitu hebatnya Bakrie sampai lolos dari reshuffle atau SBY yang tidak punya nyali ??? saya pikir dua-duanya. Kalau di pilpres 2009 kita masih memilih pemimpin macam gini, artinya kita sama saja dengan mereka. Sama-sama tidak punya nyali untuk mengambil tindakan yang efektif dan signifikan, kayak di republik mimpi aja…

  55. yasin yusuf berkata:

    Untuk TZC, masalah uang yang terkait dengan dampak bencana Lumpur Lapindo menurut saya jauh di atas bencana besar lainnya seperti Tsunami, Gempa Jogja apalagi banjir Jakarta karena bencana di Sidoarjo bersifat berkelanjutan (sustainable) sementara bencana lain seperti gempa, tsunami, banjir lebih bersifat one shoot (sekali tembak, durasinya detik sampai mingguan, bencana lumpur Lapindo semakin lama, bukannya semakin surut malah semakin mengkhawatirkan. Apalagi semua infrastruktur penting mulai dari jalan tol, jalan arteri, rel kereta api, pipa gas pertamina dan pipa PDAM terkena dampaknya, belum kota Porong sendiri. Ditambah penanganan bencana sangat lambat padahal di Jogja dan Aceh sudah memasuki tahap rekonstruksi, padahal dana dari Lapindo juga seret dari pemerintah (“dana talangan”) apalagi, belum ada di APBN 2007. Dampak langsung yang terukur saja tidak ditangani serius, apalagi dampak tidak langsung dan dampak tidak terukur lainnya!! Wajar kalau bencana lumpur Sidoarjo masuk wilayah sosial politik dan berpotensi menjadi bola liar seperti sudah ditulis di atas.

  56. yasin yusuf berkata:

    Bener mas Dedi G., memang harus ada terobosan kebijakan untuk “dana talangan”, apalagi ada kesan Lapindo “sudah bangkrut”, kalau sudah ada uang di kantong mestinya tidak perlu bertele-tele dan mengulur-ngulur waktu pembayaran uang muka 20% (bagaimana sisanya ya???) dengan alasan “legal formal” segala. Tanah yang berstatus letter C dan pethok D harus ada jaminan dari Bupati setelah lolos verifikasi, baru dan cair! (kayak kondisi normal saja!!)

  57. yasin yusuf berkata:

    Setuju mas Yudha, orientasi pejabat kita memang sudah bias, lupa pada rakyat yang memilihnya. Lihat saja SBY, begitu mudah percaya dengan pengusaha sebaliknya sangat lamban dalam mendengar aspirasi rakyat. Bagitu mudah Nirwan Bakrie keluar masuk Istana, sebaliknya warga Perumtas I harus maraton demo di depan istana lebih dari seminggu untuk bisa bertemu presidennya. Itu pun setelah beberapa pihak menemui warga dan ada kesan tidak ada ketulusan, SBY hanya takut dicap kurang peka dibanding tokoh lainnya yang mungkin menjadi saingannya di pilpres 2009 nanti. Gusti Allah mboten sare…

  58. usil berkata:

    Pak Herman, bisa spekolasi dong kita.
    Pinjam Rupiah trus beliin USD
    Kan spretnya (bunga) udah nggak jauh, sapa tahu
    3 bulan lagi, kurs menjadi 10,000……kaya mendadak kita.
    anggap aja lagi direpublik BBM.

  59. usil berkata:

    Mancing teruuuus…broerPapang, jangan dikira aku jauh dari
    blog ini. Zonder minta, aku pasti komentar…
    Hanya saja aku lagi asyik (tadinya aku nggak fareg) baca posting2
    terdahulu (blog-rovicky), maklum aku baru tahu, tanpa sengaja lagi..
    Eh! lagi2 disitu ketemu broerPapang…..jodoh!

  60. Herman berkata:

    BI Rate turun 25 Basis Poin
    http://www.kompas.com/ver1/Ekonomi/0705/08/130746.htm
    Teman-teman blog ini canggih sekali

  61. ompapang berkata:

    setuju pak Kunto, kalau pak dhe Rovicky bisa mendelete komen yang tidak jelas itu lebih baik, dari pada bikin gusar yang lain. Kalau saya sih menganggapnya sebagai intermezo saja, saya maklum bahwa pengunjung blog ini dari segala macam tipe manusia,berbagai macam disiplin ilmu, umur dan karakter. Mereka yang tak tertarik mengikutinya akan mundur dengan sendirinya,sebaliknya yang mendapat manfaat akan dengan setia berkunjung di blog ini. Pinjam istilahnya pak Usil : gitu saja repot.

  62. kunto berkata:

    Ada baik moderator web ini mendelete / edit komen yang tidak jelas arahnya / melenceng dari topik atau bila ingin menghormati kebebasan ekspresi (bablas nggak ya?) diarahkan saja ke bagian baru (spam / junk).
    Saya kira teman-teman yang komen harus menghargai web ini, mohon tidak memberi komentar aneh-aneh.
    Blog ini sudah sangat bagus, baik tulisan maupun diskusinya. Salam.

  63. lontong berkata:

    Kalau BI gak ada hubungannya dengan hotmudflow, tapi kalau gedung BI hubungannya terbalik kalau hotmudflow panasnya dibawah , sebaliknya gedung BI dulu diatas.

  64. ??? berkata:

    Apa hub. BI dg. dampak ekonomi hotmudflow???

  65. herman berkata:

    kalau rupiah menguat ini bagaimana situasi BI-SSSS atau BI-RTGS , apa SBI-REPO waktunya pas nggak ya ? .

  66. ompapang berkata:

    betul t !!

  67. t berkata:

    Tujuan “penyelenggaraan NEGARA” salah duanya adalah memajukan kesejahteraan umum dan melindungi kepentingan bangsa. Kalau Negara mengambil alih, saya kira dasarnya dua hal itu dan sifatnya “menomboki” dulu, seperti BLBI dulu. Tentu harus ada parameternya yang disepakati (oleh DPR/DPD ?) atas tindakan itu, yang ini mbohhh aku. Terima kasih.

  68. adhitya82 berkata:

    mohon.. saran.!!!
    saya ingin tahu apakah ganti rugi untuk korban lapindo sudah menjadi tanggung jawab pemerintah? bukan lagi menjadi tanggung jawab pihak perusahaan..!!

    jika memang benar demikain, itu menandakan perusahaan lapindo telah me-lobby pemerintah, dan ini juga merupakan salah satu bentuk kejahatan korporasi..

    apakah dari anda, ada yang memiliki data baik dari media atau apapun mengenai indikasi tersebut diatas, saya mohon diberikan data tersebut.. terima kasih..

  69. Bima Sankerta berkata:

    Kalau saya jadi korban lumpur…. saya demo bukan ke fasilitas publik… saya demo ke kantor PT Lapindo Brantas. Saya duduki aset-asetnya. Saya blokir jalan masuk keluarnya… pabrik/plantnya.
    Atau demo kantornya yang di jakarta… gedung Bakrie… dst.
    Saya santroni rumah pribadinya….
    Saya ‘kawal’ keluarganya kemana-mana…. untuk memastikan mereka “membelanjakan” uang dengan bijaksana.

    Enak aja kayak orang buang angin… orang lain ribut dia cengar cengir malah sibuk berusaha menghindari reshuflle.
    Semprul.

  70. tzc berkata:

    Perhatian utama saya terhadap semua penyelesaian masalah di Republik ini sebenarnya satu saja: UANG.

    Kita saban hari mengeluh ekonomi tidak jalan, pengangguran bertambah, dll. Tetapi “dengan rela” (??) setiap saat kita menghamburkan uang untuk konflik, rusuh, perang PENANGANAN bencana.
    Saya hanya membayangkan uang Rp1T, dibelikan motor seharga Rp10Juta untuk ojek maka terdapat 100.000 tukang ojek. Belum menghitung pabrik sepeda motor yang dapat menghidupi karyawannya.

    Banjir besar di Jakarta awal tahun ini merugikan sekitar Rp8-9T, padahal untuk penyelesaian BKT “hanya” diperlukan biaya Rp4-5T (totalnya kalau tidak salah Rp15T dari tahun 2002).

    Kerugian dari Gempa Yogya-Jateng sekitar Rp30T.
    Kerugian Tsunami Aceh Rp43T.

    Untuk membangun Sistem Deteksi Dini Tsunami katanya butuh Rp1,3T.

    Tadi dari Republik Mimpi saya dengar BLBI Rp600T. Walaupun itu hanya secara pencatatan saja, riel moneynya ada di bunga rekapnya dikurangi GWM dan kredit yang benar-benar produktif.

    Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih.
    Toh, itulah kehidupan, tidak lurus-lurus sesuai pengharapan kita.
    note: CMIIW untuk data dan angka. Terima kasih.

  71. Dedi Ganedi berkata:

    Beberapa alternatif jenis pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo yang dapat menenteramkan para korban dan memudahkan Lapindo mengatur pengeluaran:

    1. Surat utang yang disahkan dan dijamin oleh Pemerintah
    2. Lembaran Cek yang dapat dicairkan pada tanggal-tanggal tertentu
    3. Sertfikat sebagai pemilik sejumlah saham di PT Lapindo

  72. Saya hanyalah satu dari sekian ribu warga Perum TAS. Sejak awal masalah/kejadian ini bergulir, para pejabat pemerintah seolah menjadi “lawan” dari rakyat. Ketidaktegasan pemerintah merupakan sebuah wujud ketidakberdayaan ataukah sebuah “konsensus”. Hanya dibutuhkan suatu bukti dan bukan suatu janji bahwa semua pihak berwenang bersungguh-sungguh menuntaskan masalah ini. Bekerja cepat, taktis dan tidak menyengsarakan para korban itulah yang harus diwujudkan. Tuntutan 100% dinyatakan tidak sesuai peraturan sungguh menggelikan. Bukankah bunyinya uang muka 20% dan pelunasan selambat-lambatnya 1 bulan sebelum masa kontrak habis, berarti jika dibayarkan lebih cepat tidak melanggar “selambat-lambatnya”. Mungkinkah aset para shareholder berupa tower-tower di Jakarta (misalnya di daerah Kuningan) dan yang tersebar di Indonesia (misalnya di sepanjang pantai Kuta, Bali) dijaminkan pada bank untuk membayar ganti rugi? Perjuangan para korban dengan cucuran darah dan air mata serta perasaan, apakah tidak ada artinya di mata mereka yang berwenang? Tuhan pasti mendengar doa orang-orang teraniaya, dan apakah mereka yang berwenang tidak memikirkan nasib anak cucunya kelak bila Tuhan murka. Ketika tahu berbagai produk ternyata keluaran dari shareholder, jelas saya tidak akan membelinya. Jika benar bahwa sertifikat asli sudah diserahkan ke pihak Minarak Lapindo Jaya saat 20% pembayaran uang muka, satu lagi kejadian masyarakat “rakyat kecil” telah dizolimi. Jual-beli belum lunas kok sertifikat sudah di tangan pembeli ?????

  73. yasin yusuf berkata:

    Diskusi sosial, ekonomi dan politik
    Ini beberapa butir pemikiran penulis beberapa waktu lalu (akhir februari 2007) saat warga perumtas 1 menuntut ganti rugi cash and carry dengan memblokir jalan arteri, rel dan tol. Meskipun terlambat, semoga inti pesan masih relevan.

    DAMPAK INTANGIBLE BENCANA LUMPUR SIDOARJO

    Oleh : Yasin Yusuf, S.Si, M.Si.

    Dampak Bencana lumpur Sidoarjo semakin luas dan mencakup hal-hal yang selama ini tidak diperkirakan (intangible) sebelumnya. Pemblokiran jalan tol, jalan arteri, dan rel kereta api oleh ribuan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) 1 di kawasan Porong Sidoarjo selama 2 hari, Kamis dan Jum’at beberapa waktu yang lalu, yang mengakibatkan ekonomi jawa timur terguncang, merupakan salah satu contoh paling aktual. Sebagian pengamat memperkirakan kerugian perokonomian Jatim akibat blokade korban lumpur tersebut mencapai 2 trilyun (Produk Domestik Regional Bruto Jatim per hari sekitar 1 trilyun), atau setara dengan seperempat kerugian banjir Jakarta beberapa waktu yang lalu.
    Bahkan Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi sampai perlu mengeluarkan pernyataan bahwa fenomena pemblokiran jalan-jalan utama di Porong termasuk rel kereta api oleh warga korban lumpur Lapindo merupakan luapan frustasi yang hampir puncak. Mereka terombang-ambing tanpa keputusan yang jelas, Hasyim mengingatkan satu fase lagi bisa terjadi kekacauan (chaos). Pemerintah pusat dalam hal ini tidak bisa hanya diam atau membiarkannya. Karena hal itu pasti merusak image pemerintah pusat atau Presiden.
    Dalam beberapa kesempatan Lapindo Berantas Inc bahkan bersikukuh tidak mau memberikan ganti rugi. Alasannya, Perumtas 1 yangg terdiri dari 5.361 rumah dan dihuni 14.000 jiwa lebih itu berada di luar wilayah yang direkomendasikan oleh Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo. Pertanyaannya apa betul warga perumtas 1 berbeda kondisinya dengan warga 4 desa lain yang juga menjadi korban lumpur yaitu Desa Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Kedungbendo, sehingga perlakuan pihak Lapindo terhadap mereka berbeda ? atau apakah ini hanya akal-akalan pihak Lapindo untuk mengalihkan tanggung jawab kepada pemerintah ? atau Timnas Penanggulangaan Lumpur Sidoarjo yang kurang hati-hati dalam memperkirakan dampak lumpur Sidoarjo terhadap permukiman sekitar, sehingga wilayah yang direkomendasikannya terlalu sempit, tidak mencakup wilayah perumtas 1 ?

    Dampak Tangible dan Intangible
    Tulisan ini berusaha menelusur bencana lumpur Sidoarjo dari segi dampaknya baik yang terukur (tangible) maupun tidak terukur (intangible) untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas. Dampak bencana tangible merupakaan dampak bencana yang bisa dihitung dan biasanya dinyatakan dengan terminologi moneter. Dampak tangible dibedakan 2, yaitu langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Dampak langsung yang terkait dengan lumpur Sidoarjo adalah terendamnya rumah warga termasuk terendamnya jalan tol Porong Gempol di sekitar pusat luberan lumpur. Dampak tidak langsung adalah dampak yang terkait dengan matinya atau terganggunya perekonomian akibat luberan lumpur tersebut, seperti hilangnya mata pencaharian penduduk karena sawahnya terendam lumpur, hilangnya pekerjaan penduduk akibat pabriknya terendam, terganggunya aktivitas distribusi barang menuju kota Surabaya akibat jalan tol ditutup dan sebagainya.
    Dampak intangible lumpur Sidoarjo adalah dampak yang sulit diperkirakan dan dihitung dan menyangkut aspek yang lebih luas (sosial dan politik, termasuk psikologi). Pemblokiran warga terhadap beberapa ruas jalan seperti sudah dikemukakan diatas adalah salah satu contohnya. Menurunnya image perusahaan, timnas, gubernur, bahkan presiden seperti diingatkan ketua PBNU ditambah rasa frustasi masyarakat yang bisa berujung pada kekacauan sosial juga contoh dampak intangible lainnya.
    Di sini perlu dicermati apa benar Wilayah Perumtas I tidak masuk dalam wilayah yang direkomenasikan Timnas, kalau memang demikian adanya berarti Timnas kurang hati-hati dalam memperkirakan dampak langsung. Kelalaian Timnas tidak bisa dijadikan alasan perusaahaan untuk berkelit dari tanggung jawab memberikan ganti rugi terhadap korban karena bukti bahwa Wilayah Perumtas I terendam lumpur jelas kasat mata (empiris) dan tidak bisa dibantah lagi. Tuntutan ganti rugi yang sama dengan 4 warga desa yanga lain seperti disuarakan warga perumtas 1 adalah wajar dan harus dikabulkan pihak perusahaaan, karena wilayah mereka masih dalam kategori zona dampak langsung luberan lumpur Sidoarjo.
    Penanganan bencana yang profesional semestinya memperhitungkan dampak tangible baik yang langsung maupun tidak langsung, bahkan harus mengantisipasi dampak intangible yang mungkin terjadi. Melihat penanganan bencana lumpur Sidoarjo yang dilakukan pihak perusahaan dan Timnas selama ini, apa pun kendalanya, masih jauh dari memadai. Jangankan mengantisipasi dampak intangible, dampak tangible langsung saja tidak ditangani secara serius. Indikasinya, Wilayah Perumtas 1 jelas masuk zona dampak langsung luberan lumpur, tetapi pihak Lapindo berkeras tidak mau memberikan ganti rugi dengan alasan seperti sudah disebutkan di atas.

    Potensi menjadi Bola Liar
    Kekerasan hati pihak perusahan, ditambah mandulnya ketegasan Timnas dan pemerintah daerah serta legislatif (DPRD Sidoarjo dan Jatim) dalam membuat keputusan, jelas-jelas mencederai rasa keadilan masyarakat. Ketidakpastian penyelesaian dan masa depan korban, membuat warga frustasi dan berujung pada tindakan yang tidak diperkirakan sebelumnya (intangible) berupa pemblokiran jalan-jalan utama seperti sudah diungkapkan di atas. Efek dominonya semakin menambah besar dampak kerugian tidak langsung dan kalau dibiarkan terus, seperti diingatkan ketua PBNU, satu fase lagi bisa terjadi kekacauan sosial (social chaos). Di sini berlaku rumus semakin dampak langsung tidak ditangai dengan baik dan profesional, maka dampak tidak langsung dan intangible akan semakin besar dan risiko terjadinya kekacauan sosial dan politik semakin besar pula.
    Oleh karenanya semua pihak yang berkepentingan (stake holder) terhadap masalah ini harus sensitif dan secepatnya mengambil tindakan yang menjunjung rasa keadilan masyarakat, khususnya korban. Penanganan dampak lumpur baik yang tangible maupun intangible merupakan agenda paling utama. Karena ke depan masalah Lumpur Sidoarjo akan semakin berisiko mengingat akumulasi permasalahan baik dari sisi lingkungan, ekonomi, sosial maupun politik yang sudah memasuki tahap kritis dan indikasi menjadi bola liar mulai tampak dari aksi pemblokiran jalan kemarin. Semoga semua pihak yang berkepentingan mulai dari PT Lapindo Berantas, Timnas penanggulangan lumpur Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo dan Pemprov Jatim, serta legislatif di daerah tersebut termasuk pemerintah pusat, sensitif dengan perkembangan terakhir ini dan secepatnnya mengambil tindakan, sebelum meledak menjadi kerusahan sosial yang tidak diinginkan semua pihak.

Tinggalkan komentar