Korban Lumpur Lapindo Lebih Memilih Relokasi

TEMPO Interaktif, Sidoarjo:Sebagian korban lumpur Lapindo lebih memilih relokasi daripada menerima paket ganti rugi dengan cara dicicil 20 persen di muka dan sisanya 80 persen dibayarkan belakangan seperti yang akan mereka terima.

Keinginan warga ini didasari ketidakpercayaan mereka terhadap kesanggupan Lapindo dalam melunasi sisa pembayaran 80 persen. “Mungkin 20 persen dibayar, tapi kan tidak ada jaminan sisanya bisa dibayar,” ujar Yohanes Imam Suadi, Koordinator warga Perumtas.

Keinginan warga ini pun, lanjut Yohanes, sudah disampaikan langsung kepada Lapindo. “Melalui Andi Darussalam, Lapindo sudah menyetujui. Bahkan mereka minta kami mencari 500 keluarga untuk mendukung relokasi ini. Dan saat ini kami sudah mendapatkan dukungan dari 500 keluarga,” ungkap Yohanes yang juga Ketua RW 15 di Perumtas ini. Ke-500 warga ini, nantinya akan dijadikan percontohan bagi warga yang memilih relokasi.

Prinsip relokasi ini sebenarnya tetap sama dengan ganti rugi, yaitu warga menerima uang muka ganti rugi sebesar 20 persen. Bedanya, sisa 80 persen dibayarkan tidak berupa uang, melainkan berupa rumah di kawasan “Sidoarjo Baru” (Sebuah kawasan permukiman yang disiapkan Lapindo).

Dihubungi terpisah, Vice Presiden PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla membenarkan adanya rencana pembangunan kawasan Sidoarjo Baru tersebut. “Bahkan launching-nya rencannya hari ini,” ujarnya.

Hanya saja, peluncuran kawasan Sidoarjo Baru tersebut tertunda atas perintah para petinggi Bakrie Group yang meminta seluruh jajaran di bawah untuk berkonsentrasi penuh pada proses pembayaran ganti rugi uang muka 20 persen. “Proyek Sidoarjo Baru tetap kami lanjutkan, tapi untuk sementara ditunda hingga beberapa bulan ke depan hingga ganti rugi 20 persen terselesaikan,” ungkapnya.

Meski lokasi persis kawasan Sidoarjo Baru masih dirahasiakan, namun Andi menjamin jika di kawasan seluas 650 hektare ini nantinya tidak hanya berisi hunian, melainkan juga akan didirikan beberapa fasilitas umum, mulai dari lapangan bola, lapangan golf, bahkan juga kawasan perindustian yang dilengkapi dengan hutan untuk menjamin kebersihan udara.

Rohman Taufiq

6 Responses to Korban Lumpur Lapindo Lebih Memilih Relokasi

  1. Bang Rud berkata:

    Iya, memang agak aneh juga. Kalau orang yang nggak pikir panjang, pasti tergiur – soalnya rumah itu kalau dijual lagi aja, pasti udah untung berlipat2, daripada terima cash & carry. Masalahnya, kenapa kok Lapindo mau mengeluarkan biaya lebih banyak? apa tanahnya disumbang pemprov? apa keuntungan jual rumah dari unit yang lain bisa untuk mengganti rumah2 relokasi tsb?
    Yang pasti, kalau memang rencana itu bisa terealisir, lepas dari Lapindo memanfaatkan keuntungan/tidak, lepas adanya pihak yg mengail di air keruh/tidak – Warga yang terelokasi jelas mendapat keuntungan, selain rumahnya bagus, pasti juga bisa ikut menikmati keadaan di sana, dan mendapatkan pekerjaan. Karena biasanya dikompleks2 mewah pasti ada banyak kesempatan utk membuat depot, berjualan dsbnya.

  2. Artikelnya menarik, neh. Numpang lewat azah.Salam kenal yach.

  3. Tonas berkata:

    Saya juga merupakan salah satu warga perumtas-1 yang menyangsikan dengan statement dari saudara Imam Yohanes, di Tim Perwakilan Warga Perumtas-1 saudara Imam Y. sudah tidak dipercaya lagi sebagai Koordinator Umum, berikut dengan Anak-nya Agustinus Sixon, hal itu dikarenakan sudah menyimpang dengan komitment awalnya sendiri, dan perlu juga di waspadai bagi warga Perumtas-1 yang sudah “terjaring” dalam program Relokasi-nya Imam, bahwa beliaunya sudah membuat KESEPAKATAN ( Konspirasi ) dengan si “Makelar Masalah” Andi Darusallam kalau bisa memecah belah warga perumtas-1 untuk bisa ikut program Relokasi, maka kekuatan Warga yg menuntut Cash & Carry akan melemah, dan si Imam akan mendapatkan “persentase” dari Proyek Relokasi tersebut. Hal itu bisa kami sebutkan karena sekarang ini konspirasi tersebut juga sudah pernah di coba di tawarkan kepada Tokoh-tokoh Pejuang Perwakilan Warga yg skrg ini masih exsis memperjuangkan aspirasi dari Warga Perumtas-1, supaya warga perumtas-1 mau dan menerima keputusan RELOKASI tsb. Oleh karena itu tidak salah kalau Bung Karebet sampai bilang PENGKHIANAT….Bravo Bung…

  4. Karebet berkata:

    Anda betul Pak RDP.

    Saya sebagai salah satu korban hanya berfikir sederhana: Kalau ganti rugi berupa uang, yang menikmati secara utuh adalah masing-masing warga. Lain halnya jika diberikan dalam bentuk lain, entah akan berapa banyak pihak yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Bukannya buruk sangka. Tapi iklim Indonesia mengharuskan warga untuk waspada.

    Perjuangan panjang yang dilakukan selama ini sangat menguras hampir semua aspek kehidupan, waktu, biaya, tenaga, emosi. Banyak warga korban yang mulai menyerah dan pasrah.

    Dan lagi konsep Kasiba ini sangat tidak logis. Dengan hunian modern (konon 1 rumah seharga 300 juta-an), lengkap dengan lapangan golf dan hutan. Perum TAS adalah tipe perumahan RS dan ini sesuai dengan taraf hidup penghuninya. Jika disediakan lapangan golf, stick-nya pake apa? pake Cangkul dan Arit?.

    Konsep relokasi ini bukan berita baru. Pertama muncul disuarakan anaknya Yohanes Imam (juga jadi salah satu koordinator tim) di Republika di awal Juni, menghilang sejenak dan muncul lagi di El-shinta akhir Juni, menghilang lagi dan muncul lagi hari ini di Tempo.

    Jika Lapindo sanggup menyediakan hunian seperti ini, tentu akan lebih mudah dan murah jika membayar warga dengan uang. Wajar jika warga korban Lumpur merasa curiga, jangan-kangan ada udang dibalik rempeyek.

    Sekali lagi saya setuju dgn Bapak (atau Pakdhe).
    Semua kepentingan HARUS TERWAKILI DENGAN PROPORSIONAL. Namun kadang (atau sering) berita di koran jauh dari kenyataan dan koran bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang yang yang mungkin dekat dengan wartawan untuk mengambil keuntungan dari derita para korban (rada berirama dikit Dhe, buat ngurangi stress)

  5. Rovicky berkata:

    Silahkan Mas Karebet .. 🙂
    Luahkan semua emosi dalam sebuah “kalimat tertata rapi seperti anda tuliskan”. Akan lebih berguna menuliskan sebagai wacana dan data pengungkap fakta. Berita harus seimbang dari dua tiga bahkan sisi-sisi lain yang ada.
    Mungkin ada yang bersedia relokasi.
    Mungkin ada yang mau cash and carry.
    Mungkin juga ada yang ingin tinggal disana.

    Semua harus terwakili dengan proporsional.
    Tidak ada satu solusi utk segala masalah. Dunia ini tidak sesederhana dunia mimpi yang ada tongkat wasiatnya, iya kan ?

  6. Karebet berkata:

    Tambahan:
    – Yohanes Imam adalah (mantan?) ketua umum tim perwakilan warga Perum TAS, kelompok sebagian kecil warga yg menyempal dan tidak setuju RT/RW
    – Yohanes Imam pernah memimpin kelompoknya melakukan cap jempol darah menolak konsep relokasi plus (uang + rumah)
    – Yohanes Imam mengkordinir kelompoknya demo ke Jakarta menuntut cash and carry 100%
    – Yohannes Imam TIDAK memiliki rumah di Perum TAS
    – Perum TAS terbagi 15 Blok, 1 Blok per RW kecuali Blok yang dipimpin Yohanes Imam (RW 15) yang terpecah karena konflik intern sebelum adanya lumpur melahirkan RW 16. Awalnya ke 16 RW tergabung dalam TIM-16.
    – Satu RW terdiri dari 300-500 rumah dan khusus untuk blok nya Yohanes Imam terdapat fasum berupa lapangan dan kolam pancing yang cukup luas. Jadi dengan jumlah rumah yg lebih sedikit dan terpecah menjadi 2 RW, klaim 500 warga mendukung Relokasi adalah OMONG KOSONG!!!. Walaupun tidak diurus Ketua RWnya, warga RW 15 sudah mengurus ganti rugi dengan mengisi form BPLS.

    TRAITOR!!! PENGKHIANAT!!!

    (Sorry Pak RDP, rada emosi)

    Saya jadi ingat omongan salah seorang konsultan yg katanya pernah dekat dengan Bakrie. Dimanapun, taktik Bakrie menaklukan suatu wilayah/penduduk demi kepentingan bisnisnya adalah sama: “Devide et impera”

Tinggalkan komentar