Risk Exposure and Design

Dari diskusi di IAGI-net, tentang design dan operasi dalam pengeboran.

Risk exposure.


Mungkin, ini kemungkinan saja looh, yang terjadi adalah setelah ngebor pada kedalaman 8500 m maka terjadi “peningkatan risiko” (increasing risk exposure). Ungkapan “semakin panjang openhole semakin tinggi risiko” aku rasa sudah diterima semua praktisi drilling (cmiiw). Nah apakah risiko ini memang sudah calculated atau anticipated aku ndak ngerti. Tetapi yg saya yakin pasti terjadi hanyalah meningginya risiko, yg mana pengeboran masih terus saja dilakukan.
Apakah risiko ini yang akhirnya berakhir pada UBO – underground blow out ? Nah ini yg bisa diributkan karena faktanya ada gempa di jogja yg bisa dijadikan alasan penyebab UBO, selain meningginya risiko diatas ini. Kalau tidak ada gempa langsung saja kita tahu itu kesalahan pengeboran. Namun adanya gempa menjadikan keduanya memilki “chance” sebagai penyebab.

Nah secara teknis “diadu” saja secara ilmiah akademis, mana yg paling mungkin dan mana yg akan dipercaya. Relatif ? mungkin iya mungkin enggak. Tapi secara probabilitas tentsaja semuanya ada chance.

DESIGN.
Soal apakah sebaiknya memasang casing sebelum atau sesudah top kujung ? ini masuk dalam ruang interpretatip yang bisa saja relatip. Tetapi masih mungkin dilihat secara teknis ilmiah-akademis.

Design yg dibuat utk BPJ-1, casing 9 5/8″ dipasang setelah menembus top kujung karena mungkin interpretasi bahwa loss yang terjadi di sumur sebelahnya, yaitu Porong-1, yang diinterpretasikan lumpur hilang pada 50 ft “somewhere above” the Kujung top Formation, ketika drilling Porong-1. Juga semestinya sudah diketahui F Kujung di Porong-1 memiliki porepressure diatas 15.7 ppg EMW (ini dari pengukuran FMT-formation measurement test). Mungkin alasan inilah maka di”design” ingin memasang casing dibawah top Kujung.

Nah menurutku design inipun bisa jadi tidak tepat karena berarti akan “mengadu risiko lebih besar” menghadapkan pressure besar di Kujung dengan pressure kecil yang diatasnya. Wong 50 ft saja sudah saling berantem kok malah semakin panjang yg terbuka, lah yang openhole atas (low pressure) juga akan ikutan bertanding, kan ?

Kujung is Overpressure Carbonate.

Nah interpretasi saya, loss terjadi di Kujung di sumur Porong-1 karena “fracture carbonates”. Walopun pore-pressurenya lebih dari MW waktu itu, tetapi karena pengeboran dengan melakukan sirkulasi, maka pressure didepan bit tidak hanya hyrdostatik saja, tetapi ditambah tekanan pompa. Sehingga terjadi loss ketika drilling. Hal ini bisa dilihat apakah ada static loss. Nah bisa diperiksa apakah di BPJ mengindikasikan static loss (loss ketika tidak dipompa). Kalau ada “static loss”, ini memang mungkin pore pressure Carbonatenya terlalu jauh dibawah tekanan lumpur (namun ini akan bertentangan dengan indikasi pengukuran tekanan di sumur Porong yg memiliki tekanan 15.7 ppg EMW). Nah disilah ruang interpretatif yg relatif itu.

Jadi kalau takut dengan komplikasi loss-gain semestinya mendesign casing untuk memasang “sedekat mungkin” dengan top formasi tetapi tetap lebih aman DI ATAS TOP KUJUNG. Risikonya jelas …Kalau teryata Top Kujungnya jauh dibawah prediksi maka anda memang telah kehilangan satu string atau satu section ! ini pertimbangan safety vs economi saja. In this loss-gain situation YOU NEVER WIN on the design ! Harus mengorbankan satu string section dalam design. Nah, kalau kebanyakan masang casing  tentunya ada risiko nantinya lubangnya akan semakin kecil dan kalau kekecilan ya nanti tentusaja tidak bisa logging karena toolnya akan sangat khusus. Selain berhubungan dengan cost juga berhubungan dengan data aquisition yg menjadi target dalam sebuah sumur eksplorai.

Nah design yg fleksible atau dengan alternative design merupakan salah satu cara yg paling baik. Kalau kemarin saya menyebutkan sebagai “adabtable well design” : http://rovicky.wordpress.com/2006/06/25/adabtable-well-design-and-unsolved-mystery/

Depth conversion atau seismic interpretation uncertainty memang sangat memegang peranan dalam casing design. Nah, kata “sedekat mungkin” ini adalah tantangan geoscientisnya untuk memberikan akurasi dan presisi dari prediksi kedalaman yg tepat. Disini tantangan geoscientisnya.

Salam
RDP

<Ferdinandus.KARTIKO-SAMODRO@total.com> wrote:
> Kalau denger cerita dari millist bahwa kita melewati overpressure shale
> dulu baru karbonat, dan beberapa pihak yang menyalahkan kenapa tidak set
> casing.
>
> Saya jadi iseng memperkirakan apa yang jadi pertimbangan pihak management
> lapindo berantas
>
> Di well eksplorasi tentu ada banyak pertimbangan yang menurut saya dapat
> berubah setiap saat karena ketidakpastian (namanya juga eksplorasi ).
> Dalam kasus BJ-1 ini ketidakpastian yang utama tentunya adalah penentuan
> formasi dan di mana harus diset casing.
>
> Kalau misalnya saya drilling overpressure shale yang di bawahnya karbonat
> yang loss, di mana kira – kira saya akan set casingnya..?
> Tentunya penempatan casing hendak menutup semua overpressure zone tapi
> sebelum zone loss circulation.
> Nah penentuan titik ini yang akan sangat rumit ( uncertainity seismic,
> depth conversion etc).
> Kalau saya set casing terlalu dangkal , sementara masih banyak overpressure
> shale yang terbuka di atas kujung, maka saya harus set casing tambahan
> untuk mengcover
> sisa overpressure zone yang terbuka ( double biaya 2 kali lipat untuk
> casing )…mahal tapi kemungkinan untuk terjadi kasus banjir lumpur seperti
> sekarang mungkin tidak akan terjadi ( tapi saat itu saya kan enggak tahu
> kalau terjadi banjir lumpur akan sangat parah seperti ini)
> Dan double casing seperti ini tentunya menjadi pertimbangan ekonomis juga
> (karena ini masih eksplorasi…kalau enggak ketemu / tidak ekonomis kan
> tidak diganti sama bpmigas ), bisa – bisa jadi kurang biaya nih untuk
> mengebor prospek yang lain.
>
> Nah di sini saya mulai ambil resiko….tentukan batas yang tepat untuk
> memasang casing sebelum kujung…
> Saya minta geophysict dan geologist untuk menentukan dengan tepat di mana
> kita hendak pasang casing, drilling saya minta siap – siap kemungkinan
> terburuk…
> dan kemudian gempa…oh kayaknya enggak apa – apa lanjutkan drilling
> oppps loss…mud hilang…pompa kill mud…casing terlalu dangkal dan
> akhirnya formasi jebol karena tekanan formasi ( dan mungkin efek gempa
> sebelumnya yang mempengaruhi kekuatan formasi dan semen saya )
>
> Akhirnya lumpur nyembur dah ke mana – mana…..
>
> Kok apes ya ….? Apa saya harusnya slametan dulu sebelum drilling..?
>
>
> Regards
>
> Kartiko-Samodro
> Telp : 3852
>
>
>
>
>
>
> Majalah Tempo (edisi 26 Juni-2 Juli 2006) memuat “Kasus Lapindo” dalam
> kolom Ekonomi dan Bisnis. Di halaman 102 juga dimuat surat dari BPMIGAS
> – MedcoEnergi yang ditujukan kepada Lapindo Brantas Inc yang isinya
> diantaranya…mengingatkan Operator untuk menge-set casing 9-5/8″ pada
> kedalaman 8500 ft (kedalaman BJP-1: 9000 ft?) untuk mengantisipasi
> kemungkinan problem sumur sebelum menembus formasi Kujung (bagian
> tulisan ini diwarnai dengan wrna kuning).
> Harapan saya dan kawan-2 tentunya, semoga Tim independen bisa bekerja
> dengan baik dan profesional, bisa menemukan sumber penyebab musibah; dan
> musibah segera bisa diatasi sehingga penderitaan warga sekitar dan
> dampak yang sudah meluas segera berakhir.
>
> Wassalam,
> Sugeng

5 Responses to Risk Exposure and Design

  1. […] Risiko dan desain (dalam pemboran) […]

  2. antok berkata:

    para ahli geology memperdebatkan jenis semburan lumpur yang terjadi di Sidoarjo merupahkan Mud vulcano atau bukan. tapi yang palig penting menurut aku para ahli tak perlu memperdebatkan cari solusi bersama cara penghentiannya agar masyarakat sekitarnya tidak cemas akan lumpur mejalar kemana-mana

  3. antok berkata:

    Semburan Lumpur Sidoarjo apa memang jenis mud vulcano dan bagaimana pencegahannya penghentiannya maupun pengalihan lumpur yang kian bertambah?

  4. omphenk berkata:

    Salam kenal Mas,
    saya hnya mau sharing aja & komentar Lapindo terlalu ceroboh dgn ‘less-preparation’ termasuk meremehkan alam. saya sempat prepare loging program di BJP1 tp krn clash ama Santos sampang offshore yg kebetulan satu induk semang ama lapindo. jd saya hrs move ke santos (kebetulan sama structure & formation prospect) bedanya di offshore lancar & ngerun hightech tools sedang di BJP1 hanya ngerun tools standard. pdhal utk wildcat spt BPJ1 dibutuhkan akurasi data penunjang yg lebih, apalg menurut catatan saya BJP1 was the 1st deepest well di LBI & pertama kali jg make OBM yg merupakan hal baru bg mrk meskipun ‘drill supv bilang itu hal biasa’ (saya ngerjain 7 well di LBI sblmnya). Mrk sempat log O/H 12-1/4″ (klo ngga salah sampe 6000′?) tp alangkah kagetnya saya saat itu krn habis log mereka memutuskan lanjut drilling tanpa set csg, pdhl dari Log & VSP data trdeteksi adanya ‘gas cloud’ ato Overpressure shale? apalg kita ud saranin utk run X-dipole utk data stress-strength & borehole stability also for ‘next well trajectory, mud system & csg design’ apalg ada yg nyeletuk ‘Di salawati biasa kok’. Pgn rasanya saya teriak “This’s bullshit project” tp apadaya saya hanyalah ‘nyari duit sambil nyaru logging’. Saya ngerjain 5 well Santa Fe & pertamina di salawati tp jgn lupa disana nggak ada ‘yg aneh2 sepanjang O/H sblm top karbonat’ & beda formasi tentunya (mrk set 9-5/8 di 4500′ & spjg O/H ke Pay zone hanyalah shale) apalagi mrk punya mud system yg bagus dgn WBM. pengalaman saya di Kufpec Seram, begitu mrk tembus gas cloud langsung ‘Stop drill, spot cement & set csg 9-5/8′ sblm lanjut 8.5″ O/H. toh kalo’ harus set 7″ csg, tools kita jg bs utk 6″ hole seperti yg sudah2 di Santos, Kufpec ato Santa Fe Tuban yg lebih dekat dgn BJP1 & alhamdulillah ga pernah ada problem. Tapi itulah manusia ya mas, kadang terlalu ngeremehin dgn berdalih ‘udah biasa kok & kita udah pengalaman’..tp biasa yg mana? & pengalaman yg mana? wong well LBI paling dalam 4800′ & selalu dgn mud system yg amburadul… Semoga Allah masih kasihan ama kita…Ya..smoga belum terlambat…
    wasslam

  5. pramono wahjoe geologi ugm 03 berkata:

    pusing juga mikirn lumpur sidoarjo…
    banyak yang ngmong macem2 si..
    btw thanx buat artikel2nya…
    banyak nebantu ni.
    geologi ugm.. liane prexx.. hehe

Tinggalkan komentar